Dari tahun ketahun
tindakan plagiasi semakin marak, sudah banyak dosen yang dipecat karena
terbukti dan ada yang mengakui telah melakukan tindakan plagiasi, kabar
terakhir terkait adanya dugaan plagiasi adalah dugaan plagiasi yang dilakukan
oleh Agito Abimanyu (Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM yang juga Dirjen
Penyelenggara Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia). Kabar ini
telak menjadi pro kontra di Indonesia, karena mengingat beliau mempunyai reputasi
yang cukup baik selama ini, dan hal ini menjadi pukulan berat bagi UGM. Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak plagiasi,
faktor-faktor tersebut antara lain
Pertama, Kurangnya pengetahuan tentang etika jurnalistik. Faktor ini merupakan
faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya tindakan plagiasi. Seharusnya
etika dalam bidang jurnalistik mulai diperkenalkan ketika dalam bangku MTs/SMP,
apalagi sekarang ini marak pembuatan majalah sekolah, hal ini bisa mempermudah
pengenalan etika kepenulisan dan bisa juga meminimalisir tindakan plagiasi
sejak dini, sehingga kedepannya mereka tidak akan terjerumus dalam tindakan
plagiasi.
Kedua, Sanksi belum ditegakkan dengan tegas. Jika kita melihat Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta dan Peraturan Menteri
Pedidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pencegahan
dan Penanggulangan Plagiat Di Perguruan Tinggi sanksinya sudah jelas. Namun,
selama ini sanksi tersebut belum ditegakkan dengan tegas dan peraturan menteri
tersebut masih terbatas pada perguruan tinggi. Alangkah baiknya jika peraturan
tersebut juga berlaku untuk pengurus lembaga pendidikan dari tingkat bawah sampai
atas dan juga berlaku untuk semua guru atau kepala sekolah diseluruh tingkat.
Ketiga, Tidak percaya diri. Kurangnya percaya diri juga dapat memicu terjadinya tindakan plagiasi,
beberapa diantaranya merasa karya yang dibuatnya kurang enak dibaca dan
terkesan kaku. Hampir setiap orang ketika baru membuat suatu tulisan atau
artikel pasti terlihat kaku, namun seiring seringnya kita mengarang lama
kelamaan kualitas karya yang dibuat akan semakin bagus. Kita harus selalu
mengasah kemampuan tersebut dengan sering mengarang.
Keempat, Malas. Malas merupakan hal yang
lumrah, apalagi ketika ada tugas banyak atau dikejar deadline, hal ini
membuat semakin stress dan dapat memicu tindakan plagiasi. Agar dapat
menyelesaikannya ada beberapa orang yang copy paste dengan karya orang
lain dan yang diganti hanya judul atau namanya saja. Tak ayal, tindakan
plagiasi pun terjadi.
Kelima, Penyalahgunaan teknologi. Dewasa ini teknologi
semakin maju dan untuk mendapatkan informasi semakin mudah, apalagi dengan
tersedianya internet, tinggal masukkan keyword semua bisa ditampilkan,
dan untuk mencari tugaspun juga sangat mudah. Kadang untuk mencari
skripsi juga bisa, malah lebih lengkap dari judul sampai daftar pustaka dan
lampiran-lampirannya.
Keenam, Adanya dukungan. Menurut keterangannya kadang kala ada dukungan dari pejabat diatasnya.
Saat guru mengeluhkan tentang sulitnya mengarang, pejabat tersebut bilang “Masak
gitu saja nggak bisa ? kalo nggak bisa kan bisa copy paste ntar agak di edit
sedikit kan udah beres”. Ini merupakan saran yang sesat dan
menyesatkan, jika adanya memang demikian mau dibawa kemana dunia pendidikan di
Indonesia ? Apakah kita sebagai guru tidak malu dengan murid-murid kita ? Kita
sering memberi nasehat kepada mereka agar berbuat jujur dan tidak mencontek,
namun kenyataannya gurunya juga melakukan hal yang sama dan malah lebih parah
dari pada muridnya.
Menurut Andreas Lako[1], Guru
Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Soegijapranata, Semarang Secara khusus,
ada tiga faktor pemicunya terjadinya tindakan plagiasi. Pertama,
mahasiswa ingin segera menyelesaikan karya ilmiah (skripsi, tesis atau
disertasi) agar bisa meraih gelar akademik dengan cepat, tanpa harus bekerja
keras sesuai dengan proses riset dan penulisan ilmiah yang benar. Selain itu,
dosen pembimbing dan dosen penguji juga tidak mau bersusah payah melakukan cek
dan ricek terkait tugas akhir mahasiswanya, apakah tugas tersebut menyalahi
etika akademik dan jurnalistik atau tidak ?
Kedua, penulis (terutama guru atau dosen) menginginkan agar segera dapat naik
jabatan fungsional akademik dan golongan gajinya, sehingga mereka bisa
menikmati kenaikan tunjangan dan insentif yang besar. Apalagi dalam beberapa
tahun terakhir ini, pemerintah mulai memperhatikan kesejahteraan para pendidik
di Indonesia, hal ini membuat mereka semakin bersemangat agar bisa menaikkan
statusnya, walaupun cara yang mereka gunakan salah.
Ketiga, penulis ingin menjadi terkenal dengan menghasilkan buku, menerbitkan
artikel ilmiah dan artikel populer di media massa, yang tujuannya untuk
mendapatkan tambahan penghasilan dari kegiatannya tersebut. Karena beberapa
faktor diatas beberapa penulis tak jarang masuk dalam tindakan plagiasi. Dalam
beberapa kasus yang ada di Indonesia, orang yang terjerumus justru orang-orang
yang mempunyai gelar akademik tinggi, misalnya magister, doktor maupun
profesor.
References
http://cdn.bisnisukm.com/2013/12/tips-menghindari-plagiat-produk.jpg
[1] Artikel 2 versi PDF : Mencegah
Plagiarisme Akademik, Oleh: Andreas Lako, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika
Soegijapranata, Semarang diakses tanggal 30 April 2014
No comments:
Post a Comment
Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.