Pernikahan merupakan salah satu sunnah Nabi Muhammad, yang mana
dengan pernikahan seseorang dapat menjaga dirinya, kehormatannya dan
kemaluannya dari hal-hal yang dilarang sehingga kehormatannya akan terjaga
dengan baik. Dalam islam pernikahan sangatlah mudah, asalkan si wanita setuju,
walinya memberi restu, ada saksi, ada penghulu dan mahar pernikahan dapat
berlangsung. Namun sayangnya kemudahan ini tidak serta merta membuka pikiran
kita, ada beberapa orang yang masih percaya bahwa “Nikah Beda Arah, Dapat
Musibah”, seperti tradisi yang ada dalam masyarakat kita.
Dalam masyarakat kita ada syarat tertentu sebelum pernikahan
berlangsung seperti menghitung jumlah neptu (neton) calon mempelai dan
menghindari arah tertentu, misalnya seorang laki-laki tidak boleh menikah
dengan wanita yang tinggal diarah barat laut dari rumahnya (dalam bahasa jawa
ngalor ngulon). Jika melakukan pernikahan dengan wanita tersebut, ada
kepercayaan bahwa keluarga yang melakukannya akan mendapatkan musibah (berupa
orang tuanya meninggal atau menderita penyakit tertentu). Hal seperti ini masih
banyak dilakukan dan dipercayai oleh sebagian masyarakat kita. Ini sama halnya
kita kembali ke masa jahiliyah.
PERKATAAN
ADALAH DOA
Tak sedikit orang yang melakukannya pernikahan beda arah (yang ada
dalam adat jawa) akhirnya juga tidak mengalami musibah apa-apa. Dan ada pula
beberapa diantaranya mengalami musibah. Namun hal ini bukan dikarenakan
pernikahan tersebut, namun karena perkataan orang-orang disekitarnya.
Dalam mengeluarkan kata-kata, kita harus berhati-hati karena
perkataan seseorang dapat berubah menjadi doa, apalagi jika hal tersebut
bertepatan dengan waktu mustajab. Dari Qais dia berkata; aku
pernah menjenguk Khabbab, ketika
itu ia tengah di terapi dengan kay (menempelkan besi panas pada daerah yang
luka) hingga tujuh kali di perutnya, maka aku mendengar dia mengatakan;
'Kalaulah Nabi shallallohu 'alaihi wa sallam tidak melarang kami memohon
kematian, niscaya aku akan memohonnya." (HR. Bukhari)
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallohu
‘anhu, bahwa Rasululloh shallallohu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا
تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى خَدَمِكُمْ وَلَا تَدْعُوا
عَلَى أَمْوَالِكُمْ لَا تُوَافِقُوا مِنْ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى سَاعَةَ نَيْلٍ
فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبَ لَكُمْ
“Janganlah kalian mendoakan
kejelekan atas diri kalian, anak-anak kalian, pembantu kalian, dan harta
kalian. Karena boleh jadi (waktu) itu merupakan bertepatan dengan saat
pemberian Allah, sehingga permohonanmu itu dikabulkan.'" (HR. Muslim)
Lebih jelas lagi bahwa adapun musibah tersebut dikarenakan oleh
perkataan orang tuanya sendiri. Banyak orang tua yang ketika anaknya akan
menikah dengan wanita, lantas arahnya tidak sesuai dengan adat yang telah
dipegang oleh orang tuanya, lantas orang tuanya berkata “Jangan menikah dengan
dia, arahnya tidak bagus, nanti malah terkena sial atau musibah keluarga kita”.
Kalimat seperti ini seharusnya tidak keluar dari lisan orang tua karena ucapan
orang tua dapat menjadi doa dan doa orang tua tidak ditolak oleh Alloh. Dari Abdullah bin Amru bahwa Nabi shallallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الْوَالِدِ وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
"Ridha
Allah dalam (tergantung) ridha kedua orang tua, dan murka Allah itu dalam murka
kedua orang tua ". (HR. Tirmidzi)
Dari Abu Hurairah radhiyallohu
‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ
لَهُنَّ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ
'Tiga macam doa yang pasti dikabulkan dan tidak ada keraguan
pada ketiganya; (yaitu) doa orang yang dizhalimi, doa orang yang musafir, dan
doa orang tua kepada anaknya'. (HR. Ibnu Majah, Hasan menurut
Al-Albani)
Dari Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu,
Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا
شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ
الْمَظْلُومِ
"Ada tiga macam doa yang tidak
diragukan lagi akan dikabulkan oleh Allah, yaitu: Doanya orang tua, doanya
seseorang dalam perjalanan, dan doanya orang yang teraniaya. (HR. Abu
Daud, Hasan menurut Al-Albani)
Sehingga seharusnya orang tua berhati-hati
dalam berucap agar anaknya atau keluarganya tidak mendapat musibah. Dan alangkah
baiknya jika orang tuanya mendoakan kebaikan untuk anaknya tersebut.
BELAJAR
DARI KISAH SI JURAIJ
Kita tentu tidak asing dengan kisah Juraij.
Juraij merupakan seorang anak yang taat dan rajin beribadah, baik wajib maupun
sunnah. Juraij membangun sendiri tempat ibadahnya. Suatu ketika Juraij sedang
melaksanakan sholat sunnah ditempat ibadahnya, dan ketika dalam keadaan sholat
ibunya memanggilnya, dalam hati Juraij bingung apakah yang harus dilakukan,
melanjutkan sholat atau panggilan ibunya ?. Akhirnya Juraij melanjutkan
sholatnya dan ibunya pergi dengan perasaan kesal. Keesokan harinya kejadian ini
terjadi lagi, dan begiu pula esok harinya lagi. Karena kesal ibunya berdoa
kepada Allah, "Ya Allah, janganlah Engkau matikan ia sebelum ia
mendapat fitnah dari perempuan pelacur!" untuk lebih jelasnya silahkan baca ceritanya dibawah
ini
لَمْ يَتَكَلَّمْ فِي الْمَهْدِ
إِلَّا ثَلَاثَةٌ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَصَاحِبُ جُرَيْجٍ وَكَانَ جُرَيْجٌ
رَجُلًا عَابِدًا فَاتَّخَذَ صَوْمَعَةً فَكَانَ فِيهَا فَأَتَتْهُ أُمُّهُ وَهُوَ
يُصَلِّي فَقَالَتْ يَا جُرَيْجُ فَقَالَ يَا رَبِّ أُمِّي وَصَلَاتِي فَأَقْبَلَ
عَلَى صَلَاتِهِ فَانْصَرَفَتْ فَلَمَّا كَانَ مِنْ الْغَدِ أَتَتْهُ وَهُوَ
يُصَلِّي فَقَالَتْ يَا جُرَيْجُ فَقَالَ يَا رَبِّ أُمِّي وَصَلَاتِي فَأَقْبَلَ
عَلَى صَلَاتِهِ فَانْصَرَفَتْ فَلَمَّا كَانَ مِنْ الْغَدِ أَتَتْهُ وَهُوَ
يُصَلِّي فَقَالَتْ يَا جُرَيْجُ فَقَالَ أَيْ رَبِّ أُمِّي وَصَلَاتِي فَأَقْبَلَ
عَلَى صَلَاتِهِ فَقَالَتْ اللَّهُمَّ لَا تُمِتْهُ حَتَّى يَنْظُرَ إِلَى وُجُوهِ
الْمُومِسَاتِ فَتَذَاكَرَ بَنُو إِسْرَائِيلَ جُرَيْجًا وَعِبَادَتَهُ وَكَانَتْ
امْرَأَةٌ بَغِيٌّ يُتَمَثَّلُ بِحُسْنِهَا فَقَالَتْ إِنْ شِئْتُمْ
لَأَفْتِنَنَّهُ لَكُمْ قَالَ فَتَعَرَّضَتْ لَهُ فَلَمْ يَلْتَفِتْ إِلَيْهَا
فَأَتَتْ رَاعِيًا كَانَ يَأْوِي إِلَى صَوْمَعَتِهِ فَأَمْكَنَتْهُ مِنْ
نَفْسِهَا فَوَقَعَ عَلَيْهَا فَحَمَلَتْ فَلَمَّا وَلَدَتْ قَالَتْ هُوَ مِنْ جُرَيْجٍ
فَأَتَوْهُ فَاسْتَنْزَلُوهُ وَهَدَمُوا صَوْمَعَتَهُ وَجَعَلُوا يَضْرِبُونَهُ
فَقَالَ مَا شَأْنُكُمْ قَالُوا زَنَيْتَ بِهَذِهِ الْبَغِيِّ فَوَلَدَتْ مِنْكَ
فَقَالَ أَيْنَ الصَّبِيُّ فَجَاءُوا بِهِ فَقَالَ دَعُونِي حَتَّى أُصَلِّيَ
فَصَلَّى فَلَمَّا انْصَرَفَ أَتَى الصَّبِيَّ فَطَعَنَ فِي بَطْنِهِ وَقَالَ يَا
غُلَامُ مَنْ أَبُوكَ قَالَ فُلَانٌ الرَّاعِي قَالَ فَأَقْبَلُوا عَلَى جُرَيْجٍ
يُقَبِّلُونَهُ وَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ وَقَالُوا نَبْنِي لَكَ صَوْمَعَتَكَ مِنْ
ذَهَبٍ قَالَ لَا أَعِيدُوهَا مِنْ طِينٍ كَمَا كَانَتْ فَفَعَلُوا وَبَيْنَا
صَبِيٌّ يَرْضَعُ مِنْ أُمِّهِ فَمَرَّ رَجُلٌ رَاكِبٌ عَلَى دَابَّةٍ فَارِهَةٍ
وَشَارَةٍ حَسَنَةٍ فَقَالَتْ أُمُّهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْ ابْنِي مِثْلَ هَذَا
فَتَرَكَ الثَّدْيَ وَأَقْبَلَ إِلَيْهِ فَنَظَرَ إِلَيْهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَا
تَجْعَلْنِي مِثْلَهُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى ثَدْيِهِ فَجَعَلَ يَرْتَضِعُ قَالَ
فَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَهُوَ يَحْكِي ارْتِضَاعَهُ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ فِي فَمِهِ فَجَعَلَ
يَمُصُّهَا قَالَ وَمَرُّوا بِجَارِيَةٍ وَهُمْ يَضْرِبُونَهَا وَيَقُولُونَ
زَنَيْتِ سَرَقْتِ وَهِيَ تَقُولُ حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ فَقَالَتْ
أُمُّهُ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ ابْنِي مِثْلَهَا فَتَرَكَ الرَّضَاعَ وَنَظَرَ
إِلَيْهَا فَقَالَ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِثْلَهَا فَهُنَاكَ تَرَاجَعَا
الْحَدِيثَ فَقَالَتْ حَلْقَى مَرَّ رَجُلٌ حَسَنُ الْهَيْئَةِ فَقُلْتُ
اللَّهُمَّ اجْعَلْ ابْنِي مِثْلَهُ فَقُلْتَ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْنِي مِثْلَهُ
وَمَرُّوا بِهَذِهِ الْأَمَةِ وَهُمْ يَضْرِبُونَهَا وَيَقُولُونَ زَنَيْتِ سَرَقْتِ
فَقُلْتُ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ ابْنِي مِثْلَهَا فَقُلْتَ اللَّهُمَّ
اجْعَلْنِي مِثْلَهَا قَالَ إِنَّ ذَاكَ الرَّجُلَ كَانَ جَبَّارًا فَقُلْتُ
اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْنِي مِثْلَهُ وَإِنَّ هَذِهِ يَقُولُونَ لَهَا زَنَيْتِ
وَلَمْ تَزْنِ وَسَرَقْتِ وَلَمْ تَسْرِقْ فَقُلْتُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي
مِثْلَهَا.
Dari Abu Hurairahradhiyallohu ‘anhu,
dari Rasulullahshallallohu ‘alaihi wa sallam beliau telah bersabda, "Tidak
ada bayi yang dapat berbicara ketika masih berada dalam buaian kecuali tiga
bayi: bayi Isa bin Maryam, dan bayi dalam perkara Juraij." Juraij adalah
seorang laki-laki yang rajin beribadah. Ia membangun tempat peribadatan dan
senantiasa beribadah di tempat itu. Ketika sedang melaksanakan shalat sunnah,
tiba-tiba ibunya datang dan memanggilnya, "Hai Juraij!" Juraij
bertanya dalam hati, "Ya Allah, manakah yang lebih aku utamakan,
melanjutkan shalatku ataukah memenuhi panggilan ibuku?" Akhirnya ia
pun meneruskan shalatnya itu hingga ibunya merasa kecewa dan beranjak darinya.
Keesokan harinya, ibunya datang lagi kepadanya sedangkan Juraij sedang
melakukan shalat sunah. Kemudian ibunya memanggilnya, "Hai Juraij!"
Kata Juraij dalam hati, "Ya Allah, manakah yang lebih aku utamakan,
memenuhi seruan ibuku ataukah shalatku?" Lalu Juraij tetap meneruskan
shalatnya hingga ibunya merasa kecewa dan beranjak darinya. Hari berikutnya,
ibunya datang lagi ketika Juraij sedang melaksanakan shalat sunah. Seperti
biasa ibunya memanggil, "Hai Juraij!" Kata Juraij dalam hati,
"Ya Allah, manakah yang harus aku utamakan, meneruskan shalatku ataukah
memenuhi seruan ibuku?" Namun Juraij tetap meneruskan shalatnya dan
mengabaikan seruan ibunya. Tentunya hal ini membuat kecewa hati ibunya. Hingga
tak lama kemudian ibunya pun berdoa kepada Allah, "Ya Allah, janganlah
Engkau matikan ia sebelum ia mendapat fitnah dari perempuan pelacur!"
Kaum Bani Israil selalu memperbincangkan tentang Juraij dan ibadahnya, hingga
ada seorang wanita pelacur yang sangat cantik berkata, "Jika kalian
menginginkan popularitas Juraij hancur di mata masyarakat, maka aku dapat
memfitnahnya demi kalian." Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam pun
meneruskan sabdanya, "Maka mulailah pelacur itu menggoda dan membujuk
Juraij, tetapi Juraij tidak mudah terpedaya dengan godaan pelacur tersebut.
Kemudian wanita pelacur itu pergi mendatangi seorang laki-laki penggembala ternak
yang kebetulan sering berteduh di tempat peribadatan Juraij. Ternyata wanita
tersebut berhasil memperdayainya hingga laki-laki penggembala itu melakukan
perzinaan dengannya hingga hamil. Setelah melahirkan, wanita pelacur itu
berkata kepada masyarakat sekitarnya bahwa, "Bayi ini adalah hasil
perbuatan aku dengan Juraij." Mendengar pengakuan wanita itu,
masyarakat pun menjadi marah dan benci kepada Juraij. Kemudian mereka
mendatangi rumah ibadah Juraij dan bahkan menghancurkannya. Selain itu, mereka
pun bersama-sama menghakimi Juraij tanpa bertanya terlebih dahulu kepadanya. Lalu
Juraij bertanya kepada mereka, "Mengapa kalian lakukan hal ini
kepadaku?" Mereka menjawab, "Kami melakukan hal ini kepadamu
karena kamu telah berbuat zina dengan pelacur ini hingga ia melahirkan bayi
dari hasil perbuatanmu." Juraij berseru, "Di manakah bayi itu?"
Kemudian mereka menghadirkan bayi hasil perbuatan zina itu. Lalu Juraij
berkata, "Izinkah aku melakukan shalat dan memohon petunjuk kepada
Allah!" Maka Juraij pun melaksanakan shalat dengan khusu'. Setelah
melaksanakan shalat, Juraij mendekati bayi itu dan menyentuh perutnya dengan
jari tangannya seraya bertanya, "Hai bayi kecil, siapakah sebenarnya
ayahmu itu?" Ajaibnya, sang bayi langsung menjawab, "Ayah saya
adalah si fulan, seorang penggembala." Sabda Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam
selanjutnya, "Akhirnya mereka menaruh hormat kepada Juraij. Mereka
menciuminya dan mengharap berkah darinya. Setelah itu mereka pun berkata, 'Kami
akan membangun kembali tempat ibadahmu ini dengan bahan yang terbuat dari emas.'
Namun Juraij menolak dan berkata, Tidak usah, tetapi kembalikan saja rumah
ibadah seperti semula yang terbuat dari tanah liat.' Akhirnya mereka pun
mulai melaksanakan pembangunan rumah ibadah itu seperti semula. Ketika seorang
bayi sedang menyusu kepada ibunya, tiba-tiba ada seorang laki-laki lewat dengan
mengendarai hewan tunggangan yang gagah dan berpakaian yang bagus pula. Lalu
ibu bayi tersebut berkata, "Ya Allah ya Tuhanku, jadikanlah anakku ini
seperti laki-laki yang sedang mengendarai hewan tunggangan itu!"
Ajaibnya, bayi itu berhenti dari susuannya, lalu menghadap dan memandang kepada
laki-laki tersebut sambil berkata, "Ya Allah ya Tuhanku, janganlah
Engkau jadikan aku seperti laki-laki itu!" Setelah itu, bayi tersebut
langsung menyusu kembali kepada ibunya. Abu Hurairah berkata, "Sepertinya
saya melihat Rasulullah shallallohu
‘alaihi wa sallam menceritakan susuan bayi itu dengan memperagakan jari
telunjuk beliau yang dihisap dengan mulut beliau." Rasulullah shallallohu
‘alaihi wa sallam meneruskan sabdanya, "Pada
suatu ketika, ada beberapa orang menyeret dan memukuli seorang wanita seraya
berkata, 'Kamu wanita yang tidak tahu diuntung. Kamu telah berzina dan
mencuri.' Tetapi wanita itu tetap tegar dan berkata, 'Hanya Allah lah
penolongku. Sesungguhnya Dialah sebaik-baik penolong.' Kemudian ibu bayi
itu berkata, 'Ya Allah, janganlah Engkau jadikan anakku seperti wanita itu!'
Tiba-tiba bayi tersebut berhenti dari susuan ibunya, lalu memandang wanita
tersebut seraya berkata, 'Ya Allah ya Tuhanku, jadikanlah aku sepertinya!'
Demikian pernyataan ibu dan bayinya itu terus saling berlawanan, hingga ibu
tersebut berkata kepada bayinya, "Celaka kamu hai anakku! Tadi, ketika
ada seorang laki-laki yang gagah dan menawan lewat di depan kita, lalu aku
berdoa kepada Allah, 'Ya Allah, jadikanlah anakku seperti laki-laki itu! Namun
kamu malah mengatakan, 'Ya Allah, janganlah Engkau jadikan aku seperti
laki-laki itu!. Kemudian tadi, ketika ada beberapa orang menyeret dan memukuli
seorang wanita sambil berkata, "Kamu telah berzina dan mencuri" lalu
aku ucapkan, "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan anakku seperti wanita
itu!" tetapi kamu malah berkata, "Ya Allah, jadikanlah aku seperti
wanita itu!" Mendengar pernyataan ibunya itu, sang bayi pun menjawab,
"Sesungguhnya laki-laki yang gagah dan menawan tadi itu adalah seorang
diktator hingga aku mengucapkan, 'Ya Allah, janganlah Engkau jadikan aku
seperti laki-laki itu!' Sementara wanita yang dituduh mencuri dan berzina itu
tadi sebenarnya adalah seorang wanita yang shalihah, tidak pernah berzina,
ataupun mencuri. Oleh karena itu, aku pun berdoa, 'Ya Allah, jadikanlah aku
seperti wanita itu!" (HR. Muslim)
Lihatlah bagaimana akhir dari kisah Juraij
kendala sholat adalah sebuah ibadah yang sangat utama dan kita dilarang untuk
memutuskan sholat. Namun jika hal tersebut membuat ibunya kesal, marah dan jengkel,
dan membuat ibunya sampai mengeluarkan kata-kata jelek (doa jelek), maka hal
tersebut merupakan doa mustajab, sehingga hendaklah para orang tua berhati-hati
dalam berdoa atau berucap untuk anaknya.
Nikah
Beda Arah Dapat Musibah
Dalam islam tidak ada istilah “Nikah Beda
Arah Dapat Musibah”, anggapan seperti ini dikarenakan adat dan kepercayaan yang
berlaku disuatu tempat. Dalam islam hal
tersebut bias disebut dengan thiyaroh. Menurut Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
rahimalloh, “Tathoyyur adalah menganggap
sial atas apa yang dilihat, didengar, atau diketahui. Seperti yang dillihat
yaitu, melihat sesuatu yang menakutkan. Yang didengar seperti mendengar burung
gagak, dan yang diketahui seperti mengetahui tanggal, angka atau bilangan”.
(Majalah Nikah Sakinah Volume 14, No. 7, Dzulhijjah 1436 – Muharram 1437 H Hal.
3)
Dalam islam kesialan tidak ada seperti yang
dijelaskan dalam sebuah hadis. Dari
Jabir radhiyallohu ‘anhu, bahwa Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda, '
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا غُولَ
“Tidak ada penyakit
menular {tanpa izin Allah}, tidak ada thiyarah {gerak-gerik dan keadaan burung
yang diyakini sebagai pertanda adanya kemalangan yang akan menimpa diri
seseorang, dan tidak ada hantu.' (HR. Muslim)
Para ulama mengatakan bahwa thiyaroh adalah
anggapan akan terjadi kesialan atau musibah karena sebab sesuatu yang dilihat,
didengar atau diketahui, misalnya mendapat sial karena melihat hewan tertentu,
bertepatan dengan hari-hari dan waktu tertentu (hari naas), dan juga termasuk
arah-arah tertentu.
Orang yang menikah beda arah atau dengan
istilah seperti mikul (karena letak
rumahnya yang satu di utara jalan dan yang satunya diselatan jalan) tidak akan
mendapatkan sial, musibah, penyakit dan juga kecelakaan. Jika musibah tersebut
terjadi, lebih dikarenakan ucapan-ucapan orang yang ada didekatnya yang
kemudian berubah menjadi doa dan juga dikarenakan oleh orang tuanya sendiri.
Wallohu a’lam bishshowab
Referensi
Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih. Kesalahan Dalam Berdoa. Bekasi :
Darul Haq.
M. Nashirudin Al-Albani. 2005. Ringkasan Shahih Bukhari.
Jakarta : Gema Insani Press
M. Nashirudin Al-Albani. 2005. Ringkasan Shahih Muslim.
Jakarta : Gema Insani Press
Muhammad Shalih Ali Abdillah Ishaq.
2006. Bersujud dikeheningan Malam.
Yogyakarta : Mitra Pustaka
Mushthafa
al-‘Adawi. 2002. Ensiklopedia Pendidikan Anak Jilid 1. Bogor : Pustaka
Inabah
Abu
Bakar Jabir Al-Jazairi. 2006. Fiqih Ibadah Dari Minhajul Muslimin. Solo
: Media Insani Publishing
Majalah Nikah Sakinah Volume 14, No. 7,
Dzulhijjah 1436 – Muharram 1437 H
http://cdn.ar.com/images/stories/2014/05/beda-arah.jpg
No comments:
Post a Comment
Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.