Breaking News
recent

Televisi Mengajarkan Buka-Bukaan

Modernisasi telah mengubah dunia, mengikis seluruh budaya local dan menggantikannya dengan kebudayaan baru yang lebih bobrok, merombak nilai moralitas agama dan mengisinya dengan moralitas buka-bukaan. TV merubah budaya masyarakat yang baik dengan yang buruk. Menonton TV tidak dijadikan sebagai hiburan, melainkan sebagai kewajiban. Bayangkan bila televisi ditarik dari peredarannya, pasti semua orang akan kebingungan, melakukan demonstrasi besar-besaran agar dikembalikan kebebasannya menonton TV.
Kehadiran program televisi seolah-olah menjadi bagian dari masyarakat pada saat ini. Karena banyak orang yang tidak bisa meninggalkannya, walaupun hanya sekejap, menonton TV dijadikan sebagai kewajiban, tak mengherankan bila televisi ditonton selama berjam-jam dalam sehari. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa pada saat akhir pekan seseorang mampu menghabiskan waktunya di depan televisi selama 8 jam dalam sehari, sedangkan remaja yang masih ABG setiap harinya rata-rata menghabiskan 2 jam waktunya untuk menonton televisi.
Dewasa ini, banyak para ahli baik komunikasi, psikologi, tokoh agama, maupun ahli kesehatan yang mempersoalkan kehadiran televis di tengah-tengah masyarakat. Pasalnya, bioskop mini ini dianggap mempunyai dampak yang buruk bagi masyarakat, baik orang tua atau remaja, bahkan anak-anak kecil juga ikut terkena. Masyarakat harus menghadapi berbagai tantangan dari televisi, karena ia adalah tamu agung yang singgah di rumah kita tanpa minta izin dan menyuruh kita untuk terus melayaninya. Walaupun kedatangannya adalah bencana, tapi kita tetap saja menyambutnya dengan penuh kegembiraan, selalu mengundangnya setiap hari di tengah-tengah keluarga, tidak membiarkannya pergi dari rumah kita. Ia mengajarkan bagaimana untuk berbuat mesum, berbuat kriminal, dan mendorong generasi muda untuk menghancurkan nilai-nilai moral masyarakat, tapi kita masih tetap saja menyambutnya dengan hangat.
Dalam bukunya Abdul Qodir al-Talidi yang berjudul “Cewek Modis” disebutkan bahwa ''problem terberat yang dihadapi oleh keluarga muslim adalah upaya-upaya alienasi buruk yang berusaha untuk menghancurkan keluarga muslim dengan segala kekuatannya dan menjauhkannya dari ajaran Islam yang lurus. Pemimpin dari usaha-usaha tersebut mengerahkan segala upayanya melalui media-media informasi yang berbeda-beda, baik media cetak maupun elektronika, khususnya televisi. Karena televisi adalah media yang paling berpengaruh bagi individu dan menguasai akal. Ia adalah tamu agung yang singgah di rumah kita tanpa minta izin. Padahal merupakan sebuah keniscayaan bahwa saat ini, sebagian besar informasi dalam berbagai bentuknya di banyak negara Islam dan Arab tidaklah diridhoi Allah dan tidak memuaskan hati, karena materi-materi yang disiarkannya, seperti berbagai kerusakan dan kemesuman, program yang tak kenal rasa malu, nyanyian-nyanyian jelek, drama-drama cengeng, film penuh kekerasan, provokasi asing, penampilan busana minim, dan acara-acara lain atas nama pembebasan atau di bawah panji kepalsuan, seperti mode dan perkembangan baru. Itulah banyak hal yang dihembuskan ke dunia kita oleh “angin barat” yang beracun. Sesuai dengan rencana penghancuran sistematis untuk memecah-belah keluarga muslim dan menjauhkan mereka dari nilai moral dan tradisi Islam murni yang berusaha memelihara kehormatan, kemuliaan, dan keutamaan. Maka, keluarga muslim saat ini harus menghadapi perang pemikiran dan malapetaka westernisasi melalui berbagai media informasi yang memainkan peran yang hakiki bagi Islam dan kaum Muslimin. Semua itu merupakan konspirasi terang-terangan maupun tersembunyi sekaligus bagian penting dari tujuan-tujuan dan rencana protokoler pemerintah zionis yang mengarah pada penghancuran keluarga, penyebaran perbuatan zina dan rendah, usaha mengguncang nilai-nilai abadi bagi keluarga dan masyarakat serta penciptaan beragam bentuk karakter baru, seperti libertisme (paham serba boleh), kekacauan, dan kebebasan yang tidak diridhoi oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.
Televisi mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1963, lantas dalam kurun waktu tersebut, apa yang telah diberikan sang kotak ajaib kepada masyarakat ? Tentu pertanyaan ini belum pernah terlintas di dalam benak kita, karena kita telah terlena dengan berbagai sajiannya. Ia merubah yang buruk tampak menjadi baik, yang tabu menjadi biasa, dan yang bejat menjadi beradab. Tanpa terasa nilai budaya mulai bergeser sedikit demi sedikit dan akhirnya hilang. Dampaknya yang lebih parah adalah menganggap semuanya biasa saja, walaupun melanggar aturan-aturan agama. Tayangan yang menampilkan adegan buka-bukaan seputar dada, perut, paha, dan pinggul sudah dianggap hal yang lumrah. Bahkan adegan ranjang, berpelukan, dan ciuman merupakan hal yang tidak aneh lagi. Padahal semuanya sudah dijelaskan dengan gamblang tentang hukumnya, tapi masyarakat menganggapnya sebagai suatu hiburan.
Rasulullah bersabda “Perempuan itu apabila telah cukup umurnya tidak boleh dilihat
daripadanya, kecuali muka dan telapak tangannya hingga pergelangan.” (HR. Abu Daud)
Tapi peraturan atau Hadits ini tidak dianggap sama sekali oleh masyarakat, karena mereka telah kecanduan tayangan yang penuh buka-bukaan. Mereka telah melupakan tentang aturan berpakaian dalam Islam, yang laki-laki menyerupai perempuan dan yang perempuan menyerupai laki-laki, sehingga antara perempuan dan laki-laki tidak ada bedanya sama sekali. Telah berkata Ibnu Abbas: Rasulullah telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki. (HR. Bukhori)
Hampir setiap hari kita menyaksikan acara-acara di televisi yang memperagakan busana minim. Badan mereka dibalut dengan berbagai macam model pakaian, mulai dari yang tipis, transparan, minim, bahkan hampir tidak berpakaian. Mereka menganggap bahwa model tersebut merupakan busana yang gaul, up to date, dan funky. Tak hanya orang-orang barat dan Nasrani yang memakainya, para remaja Muslim kini pun juga ikut-ikutan mengenakannya agar dibilang trendi. Fenomena ini sangat menyedihkan, sebab sekarang ini banyak remaja yang berpakaian, tapi pada hakikatnya mereka masih telanjang. Padahal Islam sudah mengatur tata cara berpakaian yang baik untuk melindungi semua umatnya.
Dari Usamah Ibnu Zayd, berkata “Rasulullah memberikan al Qibthiyyah (satu jenis pakaian) yang tipis hadiah dari seseorang bernama Dahyah al-Kalbi. Pakaian itu aku berikan kepada istriku, lalu beliau bertanya, “Mengapa kamu tidak memakainya al Qibthiyyah ?” Aku menjawab “Aku memberikannya pada istriku” Beliau melanjutkan, “Suruh dia menambahkan kain dalaman pada pakaian itu, karena aku khawatir kainnya tembus pandang sehingga menampakkan tulang belakangnya” (HR. Ahmad dan Baihaqi, dengan sanad hasan)
Rasulullah memerintahkan kepada para perempuan untuk menambahkan kain dalaman di dalam al Qibthiyyah, yakni pakaian yang terletak di balik baju untuk menghindari tampaknya tubuh, karena baju tersebut dikhawatirkan masih tembus pandang. Maka, hal ini menunjukkan bahwa perintah ini menunjukkan sebuah kewajiban yang serius dan mendasar bagi seorang perempuan untuk tidak memakai baju transparan atau memakai baju transparan, tapi dengan syarat harus memakai baju dalaman. Asy-Syaukani menyatakan “Hadits tersebut menunjukkan bahwa wajib bagi perempuan untuk menutupi tubuhnya dengan pakaian yang tidak menampakkan lekuk tubuhnya, karena hal itu merupakan syarat bagi kewajiban menutupi aurat.”
Rasulullah bersabda “Dua orang ahli neraka yang belum pernah saya lihat adalah kaum yang memegang pecut bagai ekor lembu yang digunakan untuk memukul orang (tanpa alasan). Dan orang perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang (memakai busana transparan) bagaikan merayu-rayu, melenggak-lenggok membesarkan kondenya (cemara) bagaikan punuk onta yang miring. Mereka tidak akan masuk syurga dan tidak akan dapat mencium bau jannah, sedangkan bau jannah dapat dicium dari jarak yang sangat jauh.” (HR. Muslim)
Ketika memberikan penjelasan tentang hadits di atas yang berkenaan dengan pakaian transparan tersebut, Imam Barr berkata “Yang dimaksud oleh Rasulullah Shollollohu 'alaihi wa sallam dengan busana tipis tersebut adalah busana yang tembus pandang, yaitu wanita yang sudah memakai pakaian, akan tetapi auratnya masih tampak.
Al-Syayrazi berkata “Wajib menutup aurat dengan kain tebal, atau kulit atau bahan lain yang tidak sewarna dengan kulit manusia. Menutupi aurat dengan kain tipis yang sewarna dengan kulit manusia tidaklah diperkenankan, karena persyaratan menutupi aurat tidaklah terpenuhi.”
Ash-Shabuni berkata “Para mufassir berkata : adalah wanita jahiliyah seperti juga wanita jahiliyah modern masa kini lalu lalang di hadapan lelaki dengan dada terbuka dan leher terbuka, dua tangannya terjulur, kadang badannya bergerak erotis atau rambutnya terurai untuk mendapatkan perhatian kaum lelaki. Sedangkan wanita Muslimah menutupkan khumur mereka ke belakang, maka tinggallah bagian dadanya terbuka, kemudian kaum mukminat diperintahkan untuk menutup bagian dadanya sehingga tak nampak lagi dan memelihara mereka dari kejahatan.”
Islam adalah ajaran yang mengatur semua aspek kehidupan manusia. Islam juga menjunjung tinggi kaum wanita di dalam kehidupannya, sehingga sebagaimana seharusnya wanita bersikap dan berbusana sudah diatur oleh Islam. Aturan ini sengaja dibuat bukan untuk membatasi ruang gerak wanita, tapi digunakan untuk melindungi wanita dari godaan atau gangguan laki-laki yang jahil, menjaga kehormatan wanita, dan untuk membedakan wanita muslimah dan yang jahiliyah. Tapi sayangnya mereka lebih memilih gaya berpakaian ala orang-orang barat yang tidak pernah menutup auratnya. Mereka lebih bangga menampakkan semua bagian tubuhnya yang harus ditutupi. Mereka takut dibilang ketinggalan zaman bila mengenakan pakaian yang telah ditetapkan oleh agama. Mereka meniru mode-mode pakaian yang ada dalam film-film yang ditayangkan di televisi, karena bagi mereka model seperti itulah yang sesuai dengan mereka dan dianggap baik oleh masyarakat. Padahal model yang ada di TV banyak yang sudah tidak sesuai dengan peraturan agama Islam.
Pakaian islami bukanlah yang hanya menutup aurat saja, melainkan juga harus tidak transparan dan tidak boleh menampakkan semua lekukan tubuh, karena hal itu sebuah persyaratan untuk tertutupnya aurat. Jika sudah mengenakan pakaian yang panjang dan tidak transparan, tapi bentuk tubuhnya masih nampak, maka sama halnya mereka belum berpakaian karena lekukan tubuhnya kelihatan dengan jelas.
Dari Hisyam bin ‘Urulah, bahwa al-Mundzir bin Ibn al-Zubair datang dari Iraq dan mengirimkan pakaian berupa baju dari kain tipis dan masih baru kepada Asma’ bin Abu Bakar, setelah matanya buta. Dinyatakan bahwa, Asma’ menyentuh pakaian itu dengan tangannya dan berkata “Celakalah orang yang mengirimkan baju ini. Kembalikan saja bajunya.” Pengembalian baju tersebut menyusahkan si pengirim, sehingga si pengirim mendatangi Asma’ dan berkata, “Ibu! Pakaian ini tidak transparan.” Asma’ menjawab, “Ia memang tidak transparan, tapi ia menonjolkan anggota tubuh pemakainya.” Kemudian, si pengirim membelikan pakaian lain yang lebih tebal dan tertutup. Asma’ menerimanya dan berkata, “Seperti inilah pakaian yang aku harapkan.”
Dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Abi Salamah bahwa Umar bin Khattab r.a menghadiahkan kepada seseorang dengan pakaian tipis buatan Mesir lama, kemudian berkata “Jangan dipakaikan kepada istri-istri kalian” Lalu seseorang berkata, “Ya Amirul Mukminin aku telah memakaikannya untuk istriku, kemudian memutarkan badannya tetapi tidak kelihatan auratnya.” Selanjutnya Umar berkata “kalau auratnya tidak nampak, tetapi tubuhnya yang nampak.”
Di antara perbuatan yang harus kita jauhi dan waspadai adalah pengunaan pakaian yang transparan, tipis, dan tembus pandang, termasuk juga pakaian yang menonjolkan bentuk tubuh para wanita muslimah. Karena pakaian tersebut belum memenuhi syarat untuk menutupi aurat, selain itu jenis pakaian tersebut masih bisa menimbulkan fitnah. Begitu pula dengan masalah jilbab, jilbab islami bukanlah kerudung tipis yang masih menampakkan rambutnya, yang digantungkan di leher, yang hanya menutupi kepala saja dan menampakkan leher, kerudung yang dikalungkan di pundak atau kerudung yang masih menampakkan dadanya.
Dalam Al-Muwatha’ Imam Malik, bahwa Marjanah, Ummu Alqamah bercerita bahwa, Hafshah binti Abdurrahman menemui Aisyah binti Abu Bakar, istri Rasul Rasulullah Shollollohu 'alaihi wa sallam dan Hafshah memakai kerudung tipis, Aisyah spontan menutupi tubuhnya dengan kerudung yang tebal.
Disadari atau tidak TV telah mempengaruhi seluruh masyarakat dengan berbagai model-model pakaian yang ditampilkannya. Ia menyuguhi masyarakat dengan berbagai model pakaian mulai dari ala barat yang mini, minim, bahkan sampai buka-bukaan, dan busana muslimah yang tidak sesuai dengan aturan. Dikatakan tidak sesuai dengan aturan dikarenakan banyak yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hadits Nabi. Mereka memakai pakaian yang panjang tapi ternyata baju yang mereka pakai masih transparan, padahal Rasulullah telah mengingatkan bahwa mereka tidak akan masuk jannah dan tidak akan dapat mencium bau jannah, sedangkan bau jannah dapat dicium dari jarak yang sangat jauh. Mereka sudah memakai baju yang panjang dan tidak transparan, tetapi kenyataannya bajunya masih ketat dan menampakkan lekukan tubuhnya. Padahal baju tersebut tidak memenuhi syarat untuk menutupi aurat, sehingga antara berpakaian dan tidak berpakaian hampir tidak ada bedanya, karena pada hakikatnya mereka masih telanjang.

 Sumber Referensi
https://vinisitiyundari.files.wordpress.com/2015/02/opened-door.jpg

No comments:

Post a Comment

Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.

Powered by Blogger.