Breaking News
recent

Jika Saya Orang Baik

Hari ini hatiku sangat bahagia, entah apa faktornya, mungkin aku tahu, mungkin juga tidak. Ah………..siapa
yang peduli, yang penting aku bahagia dan toh tidak mengganggu orang lain. Karena hari sudah agak sore, maka segera saja aku mandi dan sholat ashar. Setelah selesai sholat, motor bututku aku bersihkan agar nggak begitu kotor dan enak dipandang. Walaupun jelek sich, maklum mau di bawa ke rumah calon mertua.

                                                                    ---00000---
 
Sekitar dua bulan lalu, waktu ada di pasar malam, aku bertemu dengan sahabat karibku waktu di SMA. Dia mengenalkanku dengan seorang gadis yang cantik, yang merupakan saudaranya. Walaupun cantik, dia tetap membalut tubuhnya dengan pakaian yang longgar dan tidak ketat. Waktu ku lihat, dia tampak tersipu malu. Hal itulah yang membuatnya semakin tambah cantik.
Sejak saat itu, hatiku selalu dibayang-bayangi dengan wajahnya. Parasnya yang anggun tidak mau lepas dari ingatanku, bayangannya selalu memaksa untuk tinggal di dalam hatiku. Lama kelamaan hatiku juga tidak tahan bila harus menahan perasaan yang ada di dalam hatiku ini. Akhirnya, satu minggu sejak perkenalan itu, aku putuskan untuk menghubunginya dan mengajaknya untuk bertemu. Siapa sangka, dia ternyata mau juga bertemu denganku. Namun dia memintaku untuk datang ke rumahnya jika memang ada permasalahan serius yang harus dibicarakan. Tak apalah apabila harus ke umahnya, daripada keluar dan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Hari itu akhirnya aku datang ke rumahnya yang asri, di depan rumahnya ada beberapa pohon yang ditanam secara teratur, dan sekitar rumahnya dipenuhi dengan tanaman hias dan bunga-bunga yang semakin menambah keasrian rumahnya. Walaupun tidak begitu mewah, rumahnya terlihat nyaman dan membuat suasana hati jadi tenang. Siapapun yang datang ke rumahnya pasti akan merasa betah dengan suasananya. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung mengetuk rumahnya dan mengucapkan salam “Assalamu’alaikum”.
Dari dalam rumah terdengar suara perempuan yang menjawab salam “Wa’alaikum salam”, lalu dia membukakan pintu. Setelah pintu terbuka lebar ternyata perempuan tadi adalah Ima. Saat itu dia memakai jilbab panjang yang menjulur sampai bawah dadanya, warnanya putih dengan dihiasi motif bunga yang berwarna ungu. Dia juga memakai baju berwarna ungu dengan bawahan rok panjang warna hitam. Selain itu, dia juga memakai kaos kaki dan kaos tangan. Sejenak aku sempat terlena dengan keanggunan wajahnya dan kebaikan akhlaknya.
“Silahkan masuk mas”, ucap Ima kepadaku. Diapun segera menuju ruang tamu. “Mas tunggu saja disini, sebentar saya buatkan minuman hangat buat mas.” Akupun segera duduk dan memanjakan diri, di ruangan yang tidak begitu luas itu, tidak ada yang tampak istimewa. Tidak ada lukisan dan hiasan, yang ada hanya sebuah TV yang ada di pojok ruangan. Namun, walaupun demikian rumah itu tampak menyenangkan daripada yang lainnya.
“Silahkan diminum mas”, dia menyodorkan secangkir teh hangat.
“Terima kasih, ma’af sudah merepotkan”.
“Nggak apa-apa, cuma air saja kok”.

Secangkir teh hangat itu segera ku teguk, dan langsung menghangatkan tubuhku. Walaupun aku ada di hadapannya, dia tidak pernah melihatku. Dia hanya menundukkan kepala. Suasanapun jadi hening dan sunyi, karena dia tidak berbicara jika aku tidak bertanya.
“Ngomong-ngomong dimana orang tuamu ?”
“Mereka masih di belakang, masih mandi. Sedangkan ibu masih memasak”.
“Sebenarnya ada suatu hal yang ingin kubicarakan denganmu.”
“Emang tentang apaan ? Penting ya ?”
“Kalau dibilang penting ya penting, tapi kalau dibilang nggak penting juga nggak penting. Namun sebelumnya aku minta engkau mau menjawab semua pertanyaanku dengan jujur tanpa ada yang ditutup-tutupi.”
“Insya Allah”
, dia tetap menunduk tanpa mengangkat pandangannya

“Sebenarnya, sejak pertama kali bertemu denganmu, aku suka padamu, ma’af jika aku terlalu lancang dengan semua ini. Aku tahu, aku tidak pantas mengatakannya padamu, namun yang penting adalah bahwa aku serius dengan apa yang aku katakan. Oleh karena itu, maukah engkau menjadi ukhtiku ?” Tiba-tiba hatiku menjadi tidak karuan dan jantungku berdetak kencang saat mengucapkan kalimat itu, entah bagaimana aku bisa mengatakannya.
“Ehm……..maksudnya ?”
“Maukah engkau menjadi ibu dari anak-anakku ?”
“Sebenarnya akuu……….”

“Jangan dijawab dulu. Sebelum engkau menjawabnya, ada hal lain yang ingin aku katakan. Aku bukanlah anaknya orang kaya yang punya banyak harta, seperti yang lainnya. Aku hanyalah orang biasa. Sedangkan diriku yang dulu bukanlah seperti diriku yang sekarang ini, aku pernah terjebak dalam dunia hitam. Jadi sekarang terserah padamu, apapun keputusanmu, akan aku menerimanya dengan lapang dada, karena itu memang hakmu, yang penting engkau telah menjawabnya sesuai dengan apa yang dikatakan oleh hati kecilmu”.
“Setiap orang kan pernah berbuat salah, di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna”, jawabnya dengan tutur kata yang halus
“Jadi apa jawabanmu ? Maukah engkau menjadi istriku ?”

Dia tidak mengeluarkan sepatah katapun, namun dia hanya menganggukkan kepalanya, dan aku tahu maksudnya. Saat itu hatiku sungguh sangat gembira, karena wanita yang kusayangi mau menikah denganku dan menerimaku apa adanya. Kini cuma tinggal minta izin pada orang tuanya saja
                                        ---00000---

Hari ini, aku merasa senang sekali, karena aku menemui calon mertuaku. Semua sudah aku persiapkan. Memakai pakaian yang rapi dan licin, tapi seperti biasanya, Vespa bututlah yang selalu menemaniku karena memang hanya itu yang aku punya. Jam empat lebih tiga puluh menit aku berangkat ke rumah Ima, di jalan raya. Di kiri dan kanan jalan kulihat teman-teman belum buyar, mungkin dagangannya belum habis. Di dekat traffic light melintas seorang kakek tua yang sudah berumur kira-kira 70 tahunan. Dia mengayuh sepedanya penuh semangat sambil melambaikan tangannya kepadaku, yang merupakan pertanda sapaan. Walaupun sudah tua, beliau masih mau bekerja, dia tidak mau menggantungkan hidupnya pada anak cucunya.
Setelah lampu hijau menyala lagi, kupacu Vespa warisan kakakku menuju rumah calon mertua. Di sepanjang jalan aku bingung untuk merangkai kata-kata yang tepat. Tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada bapaknya. Mungkin seperti inilah rasanya menghadapi calon mertua. Tak terasa setengah jam telah berlalu dan aku telah memasuki halaman rumahnya. Suasana ini terasa sangat akrab, masih sama seperti di kala pertama kali datang kesini, tanpa ragu ku ayunkan langkahku menuju pintu rumahnya.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam”, terdengar suara lelaki menjawab salamku. Dan dia pun membuka pintu. Kulihat seorang lelaki paruh baya yang memakai sarung dan baju koko dengan tambahan kopyah di atas kepalanya. Wajahnya tampak ramah, “Ma’af mas, mau cari siapa, ya ?”
“Mau bertemu dengan bapaknya Ima.”
“Oh…iya dengan saya sendiri, silahkan masuk,”
lalu kami pun masuk ke ruangan tamu.” “Nak, tolong buatkan dua teh hangat untuk tamu ini, silahkan duduk mas”
.
Tak lama kemudian Ima datang dengan membawa dua cangkir teh hangat, seperti biasanya, dia tetap menunduk dan tak melihatku. Namun ada suatu hal aneh yang sedang menimpa dirinya. Namun aku juga tidak tahu apa itu. Selesai meletakkan minuman, Ima langsung beranjak pergi meninggalkan aku dan bapaknya
Sebelumnya ma’af, mas ini siapa ya ? Dan ada keperluan apa ?”
“Saya Andi pak, dan langsung saja maksud kedatangan saya ingin melamar Ima, putri bapak.”
“Ehm….jadi kamu yang bernama Andi !” Wajahnya tiba-tiba menjadi sangar, tidak nampak ramah lagi seperti beberapa menit yang lalu.
“Bapak sudah tahu saya ?”
“Iya, kemarin Ima sudah menceritakan semuanya, tapi lebih baik kamu pulang sekarang, karena percuma saja kamu kemari, semua yang kau lakukan sia-sia.”

Ketika mendengar kalimat itu, suasana menjadi sepi kurasakan, yang terdengar hanya detak jantungku yang tak karuan. Kakiku tak dapat bergerak terasa kelu. Perlahan aku mulai bisa mengendalikan perasaanku, ”Kenapa pak ?”
“Sebelum melamar putriku, apa yang kamu punya, hai anak muda ?”
“Eeee ……..saya nggak punya apa-apa pak, yang saya punya hanya tangan dan sepeda ini saja”,
jawabku pelan karena kurasa tiada harapan lagi.

“Kalau begitu, kenapa kamu berani melamar anakku. Kamu itu tidak punya apa-apa, sadarlah nak, rumah tangga itu nggak cukup dengan cinta saja. Lagian kamu itu cuma bekas berandalan. Jangan mimpi kamu akan memiliki anakku, karena dalam segi apapun kita tidak sekufu, kamu tidak akan bisa memperolehnya, dan yang harus kamu ketahui adalah bahwa kemarin Ima baru saja aku jodohkan dengan pemuda yang lebih kaya darimu dan lebih baik”, kata-katanya terasa pedas.

“Memang, saya cuma orang miskin pak, tapi kami masih punya harga diri. Kami tidak pernah menilai orang dari hartanya, Islam tidak menjadikan harta sebagai tolok ukur dalam pernikahan. Ingatlah pak, Rasulullah yang cuma penggembala kambing menikah dengan Khadijah sang pedagang kara raya. Ummu Sulaim yang menikah dengan Abu Thalhah dengan mahar keislamannya. Sahabat Rasulullah yang menikah dengan cincin besi, sepasang terompah kayu dan ada yang hanya mengajarkan Al-Qur’an kepada calon istrinya. Apakah salah jika saya melamar putri bapak ? Apakah karena saya dulu bukan orang baik2 lantas bapak bisa menghina kami seenaknya? jika karena saya bekas anak jalanan saya bisa dihina, mengapa bapak tidak pernah menghina para sahabat Rosululloah dan malah memujinya? padahal mereka dulanya juga seorang pembunuh, dan bahkan tega membunuh anaknya sendiri”, aku berusaha merendahkan suaraku .

Kamu itu siapa, berani menceramahiku. Kamu itu hanya anak kemarin sore yang nggak tahu apa apa tentang agama ?”
“Ma’af pak, bukannya saya ………..”

“Tak usah basa-basi, cepat keluar dari rumahku”, suaranya begitu menggelegar.
Tanpa menunggu lama lagi, segera kutinggalkan rumahnya. Rumah yang semula terasa sejuk, nyaman dan tenang, kini berubah menjadi panas. Seolah-olah sejuknya tanaman tidak mampu menyejukkan hati. Saat melangkah keluar, kulihat Ima memandangku. Namun pandangan itu tidak aku sukai, karena dia telah meneteskan air matanya di pipi dan kesedihan itu menambah kesuraman dalam hatiku. Segera saja ku motor butut yang ku pinjam tanpa memandangnya, jika aku melakukannya hanya akan menambah beban di hatiku saja. Di sepanjang perjalanan pulang, ku berusaha menenangkan hatiku bahwa jodoh telah diatur oleh Allah dan aku harus menerima segala keputusan-Nya. Akan tetapi tetap saja tidak tenang, hatiku menjadi sangat tidak karuan, ingin pulang tapi enggan, ingin di jalanan namun……… ah bingung.
Di hiruk pikuknya keramaian, terdengar adzan dikumandangkan, lalu kutepikan kendaraanku. Ku basuh wajahku dengan segarnya air wudhu, ku tenangkan hatiku dengan gerakan dan bacaan sholat dan ku basahi bibirku dengan untaian tasbih, tahmid dan takbir. Ku tutup ibadahku dengan secuil do’a. Semoga Allah memberikan barokah-Nya dalam pernikahanmu dan menganugerahiku seorang istri sholehah yang mau menerimaku apa adanya.

Sumber Gambar
5DFLY Template

1 comment:

  1. harta bukanlah segala-galanya karena harta hanya pemberian Alloh semata

    ReplyDelete

Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.

Powered by Blogger.