Bid’ah
merupakan masalah yang urgen dalam agama islam karena banyak hadis yang
menyatakan larangan membuat bid’ah, tak mengherankan apabila banyak orang yang
langsung berubah raut mukanya ketika mendengar kata bid’ah, bahkan ada yang
marah dan mengatakan bahwa tidaklah semua bid’ah sesat karena ada bid’ah yang
hasanah. Menurut mereka, dasarnya ada dan saya pun juga sempat membacanya dalam
buku Fikih Tradisionalis karya Muhyidin Abdusshomad halaman 26, disana
dituliskan “Para ahli ilmu telah membahas persoalan ini kemudian membaginya
menjadi dua bagian. Yakni bid’ah hasanah dan bid’ah dholalah. Yang dimaksud
bid’ah hasanah adalah perbuatan sesuai kepada kitab Alloh subhanahu wa ta’ala dan Sunnah
Rosululloh shallallohu ‘alaihi`wa sallam . Keberadaan bid’ah hasanah ini masuk
dalam bingkai sabda Nabi shallallohu ‘alaihi`wa sallam yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim, “Siapa saja yang membuat sunnah yang baik (sunnah hasanah) dalam
agama islam, maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan tersebut serta
pahala dari orang yang mengamalkan setelah itu, tanpa mengurangi sedikitpun
pahala mereka. Dan barangsiapa merintis sunnah jelek (sunnah sayyi’ah). Maka ia
mendapatkan dosa dari perbuatan itu dan dosa-dosa orang setelahnya yang meniru
perbuatan tersebut, tanpa sedikitpun mengurangi dosa-dosa mereka”. . . . . . .
. . “
Maka dari itu mereka membagi bid’ah menjadi dua, yaitu
bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) dan bid’ah sayyi’ah (bid’ah yang buruk). Menurut saya, sangatlah tidak tepat apabila hal tersebut
dijadikan dasar bahwa ada bid’ah yang hasanah karena hadis tersebut berhubungan
dengan sedekah, dan berikut hadis secara lengkapnya
عَنْ جَرِيرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَ نَاسٌ مِنْ الْأَعْرَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ الصُّوفُ فَرَأَى سُوءَ حَالِهِمْ
قَدْ أَصَابَتْهُمْ حَاجَةٌ فَحَثَّ النَّاسَ عَلَى الصَّدَقَةِ فَأَبْطَئُوا
عَنْهُ حَتَّى رُئِيَ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ قَالَ ثُمَّ إِنَّ رَجُلًا مِنْ
الْأَنْصَارِ جَاءَ بِصُرَّةٍ مِنْ وَرِقٍ ثُمَّ جَاءَ آخَرُ ثُمَّ تَتَابَعُوا
حَتَّى عُرِفَ السُّرُورُ فِي وَجْهِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا
بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ
أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ
بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ
مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ.
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallohu ‘anhu, dia berkata, "Pada
suatu ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah shallallohu
‘alaihi`wa sallam dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Lalu
Rasulullah memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan. Selain itu, mereka
pun sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya, Rasulullah shallallohu ‘alaihi`wa
sallam menganjurkan para sahabat untuk memberikan sedekahnya kepada mereka.
Tetapi sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk melaksanakan anjuran
Rasulullah itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah beliau." Jarir
berkata, "Tak lama kemudian, seorang sahabat dari kaum Anshar datang
memberikan bantuan sesuatu yang dibungkus dengan daun dan kemudian diikuti oleh
beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu, datanglah beberapa orang sahabat
yang turut serta menyumbangkan sedekahnya (untuk diserahkan kepada orang-orang
Arab badui tersebut) hingga tampaklah keceriaan pada wajah Rasulullah
shallallohu ‘alaihi`wa sallam." Kemudian Rasulullah shallallohu
‘alaihi`wa sallam bersabda, "Barang siapa dapat memberikan suri
tauladan yang baik dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh
orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang
diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang
mereka peroleh. Sebaliknya, barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk
dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya,
maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang
mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun." (HR.
Muslim)
Maka dari itu, tidaklah tepat apabila menjadikannya
sebagai dasar pembenaran bid’ah dalam islam dan mengartikannya sebagai
pembolehan melakukan bid’ah karena asbabul wurud hadis diatas berhubungan
dengan sedekah, bukan bid’ah. karena sedekah memang diajarkan dan sangat
dianjurkan dalam islam.
Wallohu
a’lam bishshowab
Sumber
:
Abdusshomad,
Muhyiddin. Fikih Tradisionalis, jawaban pelbagai persoalan keagamaan
sehari-hari. Surabaya. Khalista, 2005.
Al-albani,
Muhammad Nashiruddin. Ringkasan Shahih Muslim. Jakarta. Gema Insani
Press, 2005.
http://www.baitalkamil.org/sites/default/files/field/image/sedekah_0.jpg
No comments:
Post a Comment
Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.