Breaking News
recent

Televisi Merusak Generasi Bangsa

Semakin hari semakin banyak film-film kartun yang hadir dalam tayangan televisi. Semakin banyak kartun yang menarik dan menawarkan berbagai jenis film kartun, mulai dari petualangan, percintaan, sampai yang hanya untuk membuat kita tertawa. Semuanya sangat laris dan disukai masyarakat, tak hanya anak-anak yang dewasa pun juga doyan. Hal ini dikarenakan selain gambarrnya yang menarik, isinya pun juga sangat mudah difahami, sehingga kita tidak harus berusaha dengan keras untuk memahami isi dari film tersebut. Berbeda dengan film lainnya yang kadang-kadang malah membuat kita BT. Bahkan karena sukanya dengan film kartun ada yang mampu menonton televisi hingga tujuh jam secara terus-menerus tanpa henti.
Film kartun saat ini sangat disukai anak-anak, hal ini terbukti bahwa ketika bangun tidur mereka lebih suka duduk di depan TV daripada melakukan kegiatan yang lain. Mereka mampu menontonnya hingga berjam-jam. Film tersebut memang benar-benar mengganggu anak-anak. Mereka tidak bisa untuk tidak menonton TV sehari saja, mereka tak punya lagi waktu untuk belajar.
Disadari atau tidak ternyata film kartun membawa dampak yang buruk bagi anakanak. Karena salah satu penyebab kenakalan anak-anak disebabkan oleh televisi. Hal ini dapat dilihat dengan berubahnya tingkah laku anak-anak yang sering menonton televisi, utamanya film-film kartun. Mereka menjadi malas belajar, tidak mau mengaji, kadang kala mereka enggan untuk membantu orang tuanya hanya karena acara favoritnya sedang ditayangkan. Tak jarang pula mereka mengeluarkan kata-kata yang jelek, kotor, dan tidak pantas untuk diucapkan yang mereka dapat dari televisi. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Dwyer, seorang ahli komunikasi, “sebagai media audio visual, TV mampu merebut 94 % saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia lewat mata dan telinga. TV mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50 % dari apa yang mereka lihat dan dengan di layar TV walaupun hanya sekali ditayangkan, atau secara umum orang akan ingat 85 % dari apa yang mereka lihat di TV setelah 3 jam kemudian dan 65 % setelah 3 hari kemudian."
Berdasarkan asumsi Dwyer di atas dapat kita ketahui bahwa TV secara tidak langsung telah membawa dampak buruk bagi masyarakat. Para ahli kesehatan pun banyak yang mulai cemas, karena waktu luang anak-anak hanya diisi dengan melihat tayangan yang menyebabkan sedikitnya gerak tubuh, sehingga lemak yang seharusnya dibakar dengan aktivitas justru tetap ngendon dalam tubuhnya dan akhirnya menimbulkan obesitas (kegemukan). Bila hal ini terus-menerus maka dapat membahayakan kesehatan anak-anak, karena dapat menyebabkan beberapa gangguan kesehatan.
Jalaludin Rahmat (1995) juga menemukan data bahwa kalau televisi terlalu banyak mengatur jadwal hidup beberapa orang tertentu. Hanya karena menyesuaikan diri dengan kegiatan ibu-ibu rumah tangga yang mengatur jadwal dengan menyesuaikan acara-acara gosip, lifestyle, dan masih banyak lagi. Mereka banyak menghabiskan waktunya untuk melihat acara-acara kesukaannya dan banyak melupakan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga. Mereka lebih suka duduk di depan televisi daripada melakukan kegiatan yang lainnya. Tak hanya itu saja, bahkan Arini Hidayat (1997) mengatakan bahwa kalau televisi bisa membentuk generasi a-sosial, bahkan anti sosial. Kekhawatiran Arini ini didasarkan adanya korelasi positif yang ditunjukkan oleh anak-anak yang suka nonton televisi dengan tingkat sosialisasi mereka terhadap lingkungan serta pola pikir mereka tentang lingkungannya.
Mereka hanya memikirkan dirinya sendiri dan melupakan lingkungannya. Hal ini sangat mungkin terjadi karena teori konvergensi menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh lingkungan dan keturunan. Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi, aliran empirisme menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak hanya dipengaruhi lingkungan (nature) dan factor keturunan tidak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Artinya bila anak-anak dibesarkan dilingkungan yang penuh dengan tayangan yang tidak bermoral, maka anak tersebut kelak akan menjadi anak yang tidak bermoral, bila anak-anak selalu menonton tayangan yang penuh khayalan, kelak ia akan menjadi penghayal, dan bila ia dididik dengan cara yang salah dan diajari untuk melakukan kejahatan, maka anak tersebut akan menjadi orang jahat. Tak peduli orang tuanya orang yang terhormat, beradab, beragama, maupun orang yang jahat sekalipun, bila anaknya dididik dengan cara yang benar dan menjadi dan menjadi orang baik, maka dia akan menjadi orang baik. Tapi bila ia dididik dengan cara yang salah dan untuk menjadi jahat, maka setelah dewasa ia akan menjadi orang yang jahat.
Anak-anak yang sering nonton film kartun dan film yang lainnya bisa saja menjadi generasi yang rusak, karena kenyataannya banyak film kartun yang menampilkan tradisitradisi yang bertentangan dengan agama, misalnya ciuman, berpakaian seksi, dan lainnya. Mereka bisa meniru dan mempraktekkannya, karena pada masa tersebut mereka lebih banyak belajar dari lingkungannya atau yang sering mereka lihat dari pada yang lainnya. Senada dengan hal tersebut, dalam serpihan kata-katanya, Dorothy Low Nolte menyatakan tentang anak belajar dari lingkungannya
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia akan belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia akan belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia akan belajar gelisah
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia akan belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia akan belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia akan belajar kedengkian
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia akan belajar merasa bersalah
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia akan belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia akan belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia akan belajar mencintai
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia akan belajar mengenali tujuan
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia akan belajar kedermawanan
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran, ia akan belajar kebenaran
Jika anak dibesarkan dengan keterbukaan, ia akan belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia akan belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia akan belajar menemukan cinta dalam
kehidupan
Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia akan belajar menciptakan kedamaian Televisi tidak hanya menyampaikan gambar dari jarak jauh, tapi juga menebarkan racun dari jarak jauh, ia penyakit yang hadir dalam rumah kita, tetapi banyak masyarakat yang menyambutnya dengan penuh kegembiraan. Ia memusnahkan daya kreativitas anak bangsa, menebarkan budaya buruk, mengajari anak-anak memakai kata-kata makian (dirty words) dan mencemari proses tumbuh kembang anak-anak kita. Ia membuat anak-anak pandai mengucapkan kata-kata keras sebagai wadah untuk mengekspresikan rasa kekecewaan dan kemarahan, menghilangkan budaya kesopan-santunan dan kehalusan tutur kata. Ia juga mengajarkan anak-anak untuk berbuat kasar dan bahkan menyakiti orang lain. Tentu kita masih ingat dengan beberapa kasus tentang penganiayaan terhadap teman sebayanya yang dilakukan anak-anak SD beberapa waktu yang lalu, kasus tersebut tak lain hanya karena menonton acara smackdown. Tayangan ini sekarang telah dilarang untuk ditayangkan di televisi, karena disinyalir dapat mempengaruhi kejiwaan anak-anak dan orang dewasa untuk melakukan tindakan kekerasan. Hal ini telah terbukti dengan adanya puluhan korban patah tulang dan luka-luka di beberapa daerah karena mereka meniru adegan yang pernah ditayangkan di televisi. Dan ini membuktikan bahwa tayangan tersebut berbahaya bagi masyarakat.
Berkaitan dengan acara yang berisikan adegan kekerasan dan olah raga-olah raga yang dapat merusak tubuh, Lembaga Lajnah Da’imah lil Buhuts al Ilmiah wa Ifta mengeluarkan fatwa bahwa pertandingan gulat bebas dan tinju haram hukumnya. Berikut fatwa yang dikeluarkan :

Pertama : Tinju
Dewan Lembaga melihat secara konsensus (ijma’) bahwasanya pertandingan tinju yang disebutkan, yang telah dilakukan latihan di lapangan-lapangan olah raga dan pertandingan di negara kita pada saat ini, adalah latihan yang diharamkan dalam syari’at Islam; karena hal itu dilakukan atas dasar membolehkan menyakiti lawan tandingnya, sakit yang berlebihan di tubuhnya. Terkadang mengakibatkan kebutaan, luka parah atau kerusakan permanen di otak, atau patah yang parah, atau membawa kematian, tanpa adanya beban tanggung jawab kepada yang memukul, serta kegembiraan mayoritas pendukung yang menang, bergembira terhadap penderitaan yang lain. Ia adalah perbuatan yang diharamkan, serta diotolak seluruhnya atau sebagiannya dalam hukum Islam karena firman Allah :

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (Al-Baqarah : 195).

Dan firman-Nya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa’ : 29).

Dan sabda Nabi Shollollohu 'alaihi wa sallam :لاضرر ولا ضرا ر

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain”

Berdasarkan dalil-dalil itulah, para ulama menegaskan bahwa orang yang menghalalkan darahnya kepada orang lain dan berkata kepadanya, “bunuhlah saya” tidak boleh membunuhnya. Jika ia melakukannya, ia harus bertanggung jawab dan mendapatkan hukuman (qishash atau diyat).
Berdasarkan hal itulah, Lembaga menetapkan bahwa tinju ini tidak boleh dinamakan olah raga dan tidak boleh mempelajarinya (berlatih); karena pengertian olah raga adalah berdasarkan latihan, tanpa menyakiti atua membahayakan. Wajib dihilangkan dari program olah raga daerah, dan ikut serta dalam pertandingan dunia. Sebagaimana Dewan juga menetapkan tidak boleh menayangkannya di program televisi agar generasi muda tidak belajar perbuatan buruk ini dan berusaha menirunya.

Kedua : gulat bebas
Adapun gulat bebas yang membolehkan bagi setiap petarung menyakiti yang lain dan membahayakannya. Sesungguhnya Dewan melihat bahwa di dalamnya adanya kemiripan yang sangat serupa dengan tinju yang telah disebutkan, sekalipun berbeda bentuk. Karena semua kekhawatiran syara’ yang disinggung dalam tinju juga ada dalam pertandingan gulat bebas yang terjadi dalam pertandingan dan hukumnya sama-sama haram. Adapun jenis-jenis lainnya berupa gulat yang berlatih hanya semata-mata olah raga tubuh dan tidak diperbolehkan padanya menyakiti, maka hal itu hukumnya boleh dan dewan tidak melihat adanya larangan dari latihan tersebut.
Penulis sendiri menganggap bahwa smackdown dan tinju bukanlah bagian dari cabang olah raga, apalagi bagian dari hiburan, karena kenyataannya tidak sedikit penonton yang merasa ngeri ketika melihatnya dan banyak pemain yang menderita karenanya. Apabila tinju dan smackdown merupakan bagian dari cabang olah raga, mengapa pemainnya banyak yang babak belur, dan bahkan beberapa diantaranya ada yang sampai meninggal dunia. Yang disebut dengan olah raga itu seharusnya menyehatkan dan menyenangkan bagi pemainnya, bukan malah membuat pemainnya menderita dan babak belur. Tidaklah pantas apabila kedua tayangan tersebut masih disebut sebagai hiburan maupun olah raga oleh masyarakat. Semua ini bisa terjadi karena kelalaian para orang tua juga, mereka sering kali membiarkan anak-anaknya menonton televisi sendirian tanpa ada yang menemani, dan menunjukkan hal-hal yang buruk yang tak pantas dilakukan, akhirnya mereka menjadi anak-anak yang bandel dan nakal, dan tanpa sadar kita telah menjadikan anak-anak yang suci tersebut menjadi generasi a-moral dan tak kenal dengan norma.
Rasulullah Shollollohu 'alaihi wa sallam pernah bersabda “Seorang bayi tidaklah dilahirkan melainkan dalam keadaan suci (fitrah), kemudian orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, dan Majusi.” (HR. Muslim)
Memang hadits tersebut menyatakan bahwa sebenarnya seorang anak dilahirkan dalam keadaan suci dan orang tuanyalah yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani, dan Majusi, tapi pada intinya hadits tersebut menyatakan bahwa para orang tualah yang menjadikan seorang anak menjadi buruk dan tidak kenal nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini terjadi ketika mereka membiarkan anak-anaknya menonton TV sendirian dan tanpa bimbingan dari orang tuanya. Apabila para orang tua selalu mendampingi anaknya ketika duduk di depan TV, mungkin dampaknya bisa dikurangi, walaupun tidak begitu menjamin. Tapi keputusan yang terbaik adalah dengan melarangnya untuk melihat TV terlalu sering. Kembali lagi pada masalah yang awal yaitu film kartun, sehubungan dengan ini Dr. Ahmad Abdurrahman al-Ghamidi dari Universitas Ummul Qurra’ menyatakan bahwa “Sangat mudah bagi masyarakat untuk mengetahui bahwasanya pengaruh televisi secara umum terhadap anak-anak datang dari duduknya mereka menyaksikan tayangan film-film kartun hingga mencapai ribuan jam lamanya bersamaan dengan berakhirnya jenjang sekolah menengah pertama, inilah yang ditetapkan melalui kajian dan penelitian terhadap realita ini.
Mamduh Burhan al-Buhairi, Direktur Utama Rabithah Muslimin al Judud yang berkedudukan di Makkah, menuliskan beberapa pengaruh “gambar kartun” terhadap anakanak secara singkat:
  1. Mengguncang akidah anak-anak terhadap Allah
  2. Menyebarkan beberapa teori sesat dan pemikiran yang rusak, seperti teori evolusi yang dikeluarkan oleh Darwin yang terdapat dalam film pokemon.
  3. Berisi banyak kesalahan fatal dalam bidang akidah yang nantinya akan dianggap biasa oleh si anak, bahkan diyakini kebenarannya. Diantara kesalahan fatal yang sering dibuat adalah sebagai berikut: membungkukkan badan atau bersujud kepada manusia, emuat beberapa ungkapan yang menodai akidah, isyarat kepada beberapa ajaran agama lain, memuat beberapa sihir, mengacaukan gambaran orang-orang yang istiqomah dalam beragama, (baik disengaja, maupun tidak), menebarkan adegan tabarruj (buka-bukaan), perpecahan, dan hal lain yang menodai, akhlak, menebarkan rasa takut dan kengerian
Itulah tadi beberapa dampak film bagi anak-anak, memang pada saat masih kecil dampaknya masih sedikit yang kelihatan, tapi setelah dewasa dampaknya akan begitu terlihat karena secara perlahan-lahan TV mempengaruhi cara berpikir seseorang dan cara pandang terhadap masyarakat. Ia membuat anak-anak semakin manja an enggan untuk melakukan hal-hal positif yang lainnya.
Secara tidak langsung TV mengajarkan untuk memakai pakaian yang minim dan yang bertentangan dengan agama. Banyak anak-anak yang menginginkan agar orang tuanya membelikannya sebuah baju yang ada tokoh film kartun kesayangannya, walaupun bajunya tersebut sangat minim. Dari sinilah sangat terlihat dengan jelas bahwa film kartun sangat berbahaya bagi proses tumbuh kembang anak, baik langsung maupun tidak.

No comments:

Post a Comment

Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.

Powered by Blogger.