Do’a merupakan alat untuk menyampaikan segala keinginan manusia dan berfungsi untuk menolak bala’, baik yang sudha turun maupun yang belum turun. Rosulullah bersabda : “Doa itu bermanfaat terhadap sesuatu yang telah turun (terjadi) maupun sesuatu yang belum terjadi, maka kalian – wahai hamba Allah – harus berdo’a”(HR. At-Tirmidzi).
“Tak satupun orang yang berdo’a, melainkan dia berada di antara salah satu dari tiga kelompok, kadang ia dipercepat sesuai dengan permintaannya, atau ditunda demi pahalanya atau ia dihindarkan dari keburukan yang menimpanya” (HR. Imam Ahmad dan Al-Hakim).
“Tidaklah seorang muslim berdo’a dengan satu do’a yang di dalamnya dia tidak berbuat dosa dan tidak memutus silaturahmi, kecuali Allah akan mengabulkannya dengan salah satu dari tiga hal, do’anya segera dikabulkan atau disimpan untuknya di akhirat, atau untuk mencegah keburukan yang sama darinya” (HR. Muslim).
“Tidak bisa menolak qadha (takdir yang sudah terjadi) kecuali do’a dan tidak bisa menambah umur selain kebaikan” (HR. At-Tirmidzi).
“Tidak menambah umur kecuali kebaikan, sesungguhnya orang itu bisa terhalangi dari rezkinya karena dosa yang telah ia perbuat” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Dalam al-Qur’an Allah berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran”(QS. Al-Baqarah : 186).
Sungguh sangat tinggi kedudukan do’a, tak salah jika sangat dianjurkan untuk sesering mungkin berdo’a agar senantiasa mendapatkan kebaikan. Hal itupun sudah dibuktikan oleh hasil yang sangat mengejutkan. Para pemuja kemajuan teknologi kedokteran banyak yang meragukan bahkan sinis terhadap peran doa bagi kesehatan dan kesembuhan. Namun, semakin banyak riset dilakukan untuk membuktikannya.
Dalam majalah Newsweek, pada kolomnya yang berjudul “God and Health : is religion good medicine ?Why science is starting to believe ?: Tuhan dan Kesehatan : Apakah agama obat yang baik ? Mengapa ilmu pengetahuan mulai percaya ?” menyebutkan hasil penelitian menunjukkan bahwa iman kepada Tuhan dapat meningkatkan harapan pasien dan membantu pemulihan dengan mudah. Ibnu Qayyim (dokter hati juga berkata) “Do’a termasuk obat yang bermanfaat, ia adalah musuh bala’, ia mendorongnya dan mengobati, ia menahan bala’ atau mengangkat atau meringankannya jika ia sudah turun”. Ibnu Al-Qoyyim Al-Jauziyah menulis dalam bukunya yang berjudul “Metode Pengobatan Nabi Shollollohu 'alaihi wa sallam” Kiat lain terhadap musibah adalah dengan menyadari bahwa yang memberi musibah kepadanya itu adalah Allah yang Maha Bijaksana, Rabb dari segala Makhluk yang Bijak, Ar-Rahman (Maha Penyayang), Rabb dari segala Makhluk yang penuh rahmat. Dan juga menyadari bahwa Allah mengirimkan musibah itu kepadanya bukan untuk membinasakannya, bukan untuk menyiksanya dan juga bukan untuk menyakitinya. Tetapi Allah memberikan cobaan itu untuk menguji kesabaran, keridhaan dan keimanannya. Agar Allah mendengar doa dan penyerahan dirinya kepada-NYA, agar ia bersimpuh di depan pintu-NYA; dengan mengharapkan rahmat-NYA, memasrahkan kehancuran hatinya di hadapan-NYA, dan menyampaikan keluh kesah kepada-NYA. Kalau Allah tidak mengobati para hamba-NYA melalui cobaan dan bala, niscaya mereka akan melampaui batas, berbuat semena-mena dan tidak mengenal aturan.
Ibnu Taimiyah berkata : “Do’a itu adalah satu penyebab yang bisa menolak bala’. Jika do’a lebih kuat darinya, maka ia akan menolongnya dan jika penyebab bala’ yang lebih kuat, maka ia akan mengusir do’a. Karena itu diperintahkan ketika ada gerhana dan bencana besar yang lain untuk sholat, berdo’a, beristighfar, sedekah dan memerdekakan budak.”Sekitar 72 % dari masyarakat Amerika juga percaya bahwa do’a dapat menyembuhkan seseorang.
Menurut hasil penelitian Alvan Goldstein, ditemukan adanya zat endorphin dalam otak manusia, yaitu suatu zat yang memberikan efek menenangkan yang disebut endogegonius morphin. Drs Subandi mengatakan, bahwa kelenjar endorfina dan enkefalina yang dihasilkan oleh kelenjar pituitrin di otak ternyata mempunyai efek mirip dengan opiat (candu) yang memiliki fungsi menimbulkan kenikmatan (Pleasure principle), sehingga disebut opiate endogen. Apabila seseorang dengan sengaja memasukkan zat morphin ke dalam tubuhnya, maka akan terjadi penghentian produksi endorphin. Pada pengguna Narkoba, apabila dilakukan penghentian morphin dari luar secara tiba-tiba, orang akan mengalami Sakaw (ketagihan yang menyiksa dan gelisah) karena otak tidak lagi memproduksi zat tersebut. Untuk mengembalikan produksi endorphin di dalam otak bisa dilakukan dengan Meditasi, sholat yang benar atau melakukan Dzikir-dzikir yang memang banyak memberikan ketenangan.
Keajaiban kelihatannya masih adai ketika teknologi kedokteran dan pengobatan modern semakin canggih, sehingga bangsa-bangsa sekuler pun terus meyakini kekuatan doa bagi kesehatan dan kesembuhan. Sebuah survei yang dilakukan oleh Harvard Medical School tahun 1998, memperkirakan 35 persen orang Amerika Serikat (AS) berdoa bagi kesehatan mereka dan 69 % di antaranya menyatakan doa sangat menolong. Angka ini sangat besar dibandingkan jumlah yang percaya bahwa mengunjungi dokter akan lebih menolong. Dan pada Tahun 2002 studi yang lebih luas dilakukan oleh National Institute of Health, AS, mereka menemukan 43 % orang AS berdoa bagi kesehatan mereka sendiri, dan 24 % lainnya berdoa bagi orang lain.
Survei nasional pada tahun 2005 menemukan, yaitu 73 persen, perawat yang bertugas di ruang pasien kritis mengaku berdoa di tempat mereka bekerja. Sidney Kimmel Comprehensive Cancer Center di John Hopkins University bahkan telah dirancang sebagai unit doa intensif ("intensive prayer unit").
Dalam The Faith Factor: An Annotated Bibliography of Clinical Research on Spiritual Subject karya Larson, Dale Mathew, dan Constance Barry dilakukan review mendalam tentang 158 studi medis mengenai efek agama terhadap kesehatan. Hasilnya, 77 persen memperlihatkan efek klinis yang positif.
Sudah banyak berbagai penelitian yang telah membuktikan bahwa ketika seseorang mengalami ketegangan atau stres, ia menjadi lebih rentan terhadap penyakit fisik, mengalami penderitaan mental dan emosional, serta kecelakaan. Otak, rambut, kulit, mulut, paru, jantung, sistem pencernaan, organ reproduksi, ginjal otot merupakan beberapa bagian tubuh yang dipengaruhi langsung oleh stres.
Otak merupakan pusat kehendak dan keyakinan memiliki hubungan langsung dengan sistem penyembuhan alamiah tubuh. Otak secara otomatis dan kontinyu berkomunikasi timbal balik dengan sistem kekebalan tubuh, sistem kardiovaskular, dan semua sistem organ pokok dengan melepaskan hormon dan bahan kimia lainnya dari set-set saraf. Selain itu otak juga berkomunikasi dengan sel-sel kekebalan dalam darah melalui hormon dan protein darah lainnya, yang disebut sitokin. Otak juga mengirim sinyal pada saraf tulang belakang dan memerintahkannya untuk memperlambat atau mempercepat transmisi rasa sakit. Ilmuwan berasumsi bahwa peran otak tersebut harus ada supaya kehidupan sosial, psikologis, dan spiritual terhubung dengan tubuh fisik, sehingga semuanya bekerja sama untuk menghasilkan kesembuhan.
Ada orang yang membedakan antara meditasi dengan doa. Jika doa disebut sebagai pertemuan atau dialog dengan Allah, meditasi dianggap sebagai refleksi mendalam yang memungkinkan seseorang terhubung dengan alam semesta. Tapi alat kedokteran yang objektif ternyata merekam kedua aktivitas tersebut sebagai sesuatu yang tidak ada bedanya alias sama saja. Ketika orang bermeditasi, mereka menghalau semua pikiran dari benak, ternyata aktivitas dalam amygdala (bagian otak yang memantau lingkungan dari ancaman dan mencatat ketakutan) diredam. Sirkuit lobus parietal (bagian otak yang menyesuaikan diri dengan ruang, menandai perbedaan tajam antara diri dan dunia) menjadi tenang pula. Sirkuit lobus frontal dan temporal (bagian otak yang menandai waktu dan membangkitkan kesadaran diri) dapat dilepaskan.
Dalam keadaan seperti ini, orang yang melakukan meditasi menjadi rileks, sehingga memungkinkannya untuk bersatu dengan alam semesta. Pendek kata, dari hasil penelitan, terjadi perubahan radiologis di dalam otak ketika seseorang melakukan meditasi ala Tibet.
Dalam bukunya yang berjudul “The Spiritual Brain” karya Mario Beauregard, Ph.D & Denyse O'leary, dijelaskan bahwa para ilmuwan menawarkan dua pendekatan spiritualitas. Pertama, pendekatan yang melihat spiritualitas sebagai produk sampingan perkembangan otak, sehingga kaitan antara spiritualitas dan kesehatan adalah kebetulan belaka. Kedua, pendekatan yang melihat spiritualitas baik bagi manusia karena meningkatkan kesehatan secara evolusioner.
Dr. Herbert Benson dari Harvard Medical School, Amerika Serikat, merupakan perintis bidang pengobatan meths mind/body. Pendiri Harvard's Mind/Body Medical Institute di Boston's Deaconess Hospital ini berdasarkan pengamatan terhadap pasien akhirnya sampai pada keyakinan: "Bahwa tubuh kita mendapatkan keuntungan dari latihan bukan sekadar otot, melainkan kekayaan utama yang berada di dalam diri manusia: keyakinan, nilai-nilai, pikiran, dan perasaan.”
Setelah melakukan berbagai review, Benson menyimpulkan efek spiritualitas terhadap kesehatan jauh lebih besar dibanding perkiraan yang pernah dibuat pakar-pakar sebelumnya, sekitar 30 persen. Menurut Benson, efek spiritualitas terhadap kesehatan sekitar 70-90 persen dari keseluruhan efek pengobatan. Artinya, pasien yang berdasarkan perkiraan meths memiliki harapan sembuh 30 persen atau bahkan 10 persen ternyata bisa sembuh total.
Banyak riset telah dilakukan oleh para ilmuwan, khususnya di negara Barat, tentang manfaat doa dan religiositas bagi kesehatan, penyembuhan, maupun kasus bunuh diri. Beberapa penelitian membuktikan antara lain bahwa orang yang memliki keimanan kuat ataupun tidak mendapatkan intervensi doa, lebih tinggi risikonya untuk melakukan bunuh diri, lebih rendah tingkat kesembuhan dari penyakit, lebih tinggi risikonya untuk mengalami sakit, dan lebih rentan terhadap penyakit.
Berikut ini contoh hasil riset yang pernah dilakukan di negara-negara Barat:
1. Sebuah riset longitudinal (8-10 tahun) yang dilakukan oleh Robbins dan Metzner terhadap 2.700 orang memperlihatkan bahwa angka kematian pada kelompok yang rajin berdoa atau beribadah lebih rendah dibanding dengan kelompok yang tidak rajin.
2. Riset yang dilakukan oleh Zuckerman, Kals, dan Ostfield terhadap warga lanjut usia pun membuktikan hal yang sama: kelompok lansia yang lebih rajin berdoa terbukti lebih panjang umur dibandingkan dengan yang tidak rajin berdoa.
3. Penelitian yang dilakukan Cancerellaro, Larson, dan Wilson terhadap para pecandu alkohol, narkotika, dan pasien gangguan jiwa skizofrenia (gila) membuktikan rendah/tak adanya komitmen terhadap agama.
4. Barry Rosenfeld beserta kawannya dari Fordham University dan William Breitbart dari Memorial SloanKettering Cancer dalam riset yang dipublikasikan pada tahun 2003 membuktikan adanya efek spiritualitas terhadap rasa putus asa pasien penyakit kanker terminal (dianggap tidak bisa disembuhkan lagi). Riset membuktikan bahwa spiritualitas menawarkan proteksi atau memberikan efek penyangga dalam melawan keputusasaan pada pasien yang menganggap hidupnya akan segera berakhir dan tidak berguna lagi.
5. Penelitian yang lain juga membuktikan adanya keterkaitan antara sistem kekebalan dengan tingkat spiritualitas dan kondisi emosi. Tiga ilmuwan mengukur tingkat spiritualitas dan interleukin-6 (IL-6) pada darah pasien penyakit kanker terminal. Terbukti adanya kaitan antara tingkat fungsi imun tubuh dengan suasana hati yang baik dan IL-6. Sebagai catatan, IL-6 adalah protein pada sel-sel yang bekerja untuk mengatur fungsi sistem kekebalan tubuh.
6. Tahun 1998 sebuah studi di California menemukan bahwa 6 bulan setelah didoakan secara diam-diam ternyata tingkat kesehatan pasien HIV/AIDS terbukti membaik secara signifikan bila dibandingkan tingkat kesehatan kelompok pasien HIV/AIDS yang tidak didoakan.
7. Tahun 2002, hasil studi yang dilakukan terhadap 39 pasien di ICU membuktikan, mereka yang didoakan bisa keluar dari rumah sakit lebih cepat dibandingkan pasien yang tidak didoakan, walaupun mereka mendapatkan pengobatan yang lama. Banyak ilmuwan semakin yakin tentang manfaat doa bagi kesehatan, dan riset masih terus dilakukan dengan mencermati beragam sisi.
Menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Michigan, depresi dan stres pada orang-orang yang taat beragama tingkatnya rendah. Sedangkan menurut penemuan di Universitas Rush di Chicago, tingkat kematian dini di kalangan orang-orang yang beribadah dan berdoa secara teratur adalah sekitar 25% lebih rendah dibandingkan pada mereka yang tidak memiliki keyakinan agama (atheis). Penelitian lain yang dilakukan terhadap 750 orang, yang menjalani pemeriksaan angiocardiography (jantung dan pembuluh darah), membuktikan secara ilmiah "kekuatan penyembuhan dari doa." Telah diakui bahwa tingkat kematian di kalangan pasien penyakit jantung yang berdoa menurun 30% dalam satu tahun pasca operasi yang mereka jalani.
Prof Dr. Zakiah Daradjat, pakar dan praktisi konseling dan psikoterapi Islam, mengatakan bahwa doa mampu memberikan rasa optimis, semangat hidup dan menghilangkan perasaan putus asa saat seorang menghadapi keadaan atau masalah-masalah yang kurang menyenangkan baginya. Dalam hal ini dia menyatakan: Dalam kehidupan manusia sehari-hari, ditemukan aneka ragam cara menghadapi masalah atau keadaan yang kurang menyenangkan. Ada orang yang mudah patah semangat, menyerah kepada keadaan, kehilangan kemampuan untuk mengatasi kesulitan, bahkan menjadi putus asa dan murung. Misalnya orang yang ditimpa suatu penyakit yang membahayakan, seperti penyakit jantung, kanker, lever dan sebagainya. Orang yang lemah semangat hidupnya, akan tenggelam dalam kesedihannya, dan membayangkan kematian yang akan segera datang menghampirinya, seolah-olah setiap saat nyawanya akan putus. Orang yang dulu kuat bersemangat, kini menjadi lemah tak berdaya, sedih dan takut menghadapi maut yang terasa mengintip-intip kesempatan untuk menerkam dirinya. Obat dan nasihat dokter tidak dapat menolongnya dari perasaan duka, kecewa, takut bercampur penyesalan terhadap perangai dan ulahnya di masa lalu, karena ia dulu kurang menjaga kesehatan, bahkan sering kali ia menyesali kenapa Alloh tidak melindunginya dari penyakit. Lalu ketakutan menghadapi maut dihubungkannya dengan azab kubur, neraka dan segala siksa yang ditimpakan kepada orang berdosa di hari kiamat nanti. Orang yang seperti ini sering dikatakan sebagai orang yang kehilangan semangat hidup. Keadaan kejiwaannya, membuatnya menjadi murung, putus asa, sedih dan seolah-olah ia tidak mau berjuang menghadapi penyakitnya. Bagi orang yang taat beribadah, dan selalu merasa dekat kepada All0h Subhanahu wa ta'ala do'a menjadi penunjang bagi semangat hidup yang tiada taranya. Ia tidak akan pernah kehilangan semangat hidup, karena ia yakin bahwa yang memberi hidup itu adalah Alloh, dan tidak ada penyakit yang dapat membunuh, kecuali dengan izin Alloh Yang Maha Kuasa, dan ia meyakini bahwa tiada perangai manusia dan kekalutan keadaan yang membawa kiamat, bila Alloh tidak menghendakinya. Jadi do'a amat penting dalam kehidupan manusia, baik mereka yang terbelakang, maupun yang maju. Dan doa adalah penunjang semangat hidup yang amat penting D'oa memang penting bagi ketenteraman batin. Dengan berdo'a kita memupuk rasa optimis di dalam diri, serta menjauhkan rasa pesimis dan putus asa. Lebih dari itu semua, do'a mempunyai peranan penting dalam penciptaan kesehatan mental dan semangat hidup. Do'a mempunyai makna penyembuhan bagi stress dan gangguan kejiwaan. Doa juga mengandung manfaat untuk pencegahan terhadap terjadinya kegoncangan jiwa dan gangguan kejiwaan. Lebih dari itu, do'a mempunyai manfaat bagi pembinaan dan peningkatan semangat hidup. Atau dengan kata lain, do'a mempunyai fungsi kuratif, preventif dan konstruktif bagi kesehatan mental (Zakiah, 1992).
Sedangkan Dadang Hawari, seorang Psikiater yang mengembangkan psikoterapi holistik, berpendapat bahwa doa menimbulkan ketenangan. Dia menulis sebagai berikut: Para peneliti seperti Harrington, A., Juthani, N. V (1996) dan Monakov, V, Goldstein (1997) mencoba mencari hubungan antara ilmu pengetahuan (neuroscientific concepts) dengan dimensi spiritual yang sampai sekarang masih belum jelas, namun diyakini adanya hubungan tersebut. Dalam presentasinya yang berjudul “Brain and Religion: Undigested Issues” diyakini adanya God Spot dalam susunan saraf pusat (otak). Contohnya orang yang menderita kecemasan, kemudian diberi obat anti cemas, maka yang bersangkutan akan menjadi tenang. Namun orang yang sama bila memanjatkan doa dan disertai zikir ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa juga akan memperoleh ketenangan. Oleh karena itu amatlah tepat apa yang dikatakan oleh Christy, JH (1998) Yang menyatakan “Prayer as Medicine” namun hal ini tidak berarti terapi dengan obat (medicine) diabaikan.... (Hawari, 2002).
Dr. Moh. Sholeh, psikiater, penulis disertasi “Pengaruh Salat Tahajjud terhadap Peningkatan Respons Ketahanan Tubuh Imunologik, Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi”, menyatakan bahwa doa merupakan autosugesti yang dapat mendorong seseorang berbuat sesuai dengan yang didoakan dan dapat merubah jiwa dan badan. Dia menuliskan pengaruh beberapa doa, diantaranya adalah sebagai berikut: Dari segi hipnotis, Yang menjadi landasan dasar teknik terapi sakit jiwa. Ucapan sebagaimana tersebut di atas merupakan autosugesti, yang dapat mendorong kepada orang yang mengucapkan untuk berbuat sebagaimana yang dikatakan. Bila doa itu diucapkan dan dipanjatkan dengan sungguh-sungguh, maka pengaruhnya sangat jelas bagiperubahanjiwa dan badan (H. Aulia, 1970). Dan menurut Robert H. Thouless (1991) doa sebagai teknik penyembuhan gangguan mental, dapat dilakukan dalam berbagai kondisi yang terbukti membantu efektifitasnya dalam mengubah mental seseorang (Sholeh, 2005)
Keimanan kepada Alloh merupakan faktor sangat penting untuk membuat orang percaya bahwa doa memang ampuh dalam membantu proses penyembuhan suatu penyakit. Suatu survei mengenai hal itu pernah dilakukan majalah TIME, CNN, dan USA Weekend. Rata-rata hasil dari survei tersebut menunjukkan lebih dari 70% orang menyatakan percaya bahwa doa dapat membantu proses penyembuhan. mengungkapkan bahwa banyak pasien yang membutuhkan terapi keagamaan selain obat-obatan atau tindakan medis lainnya. Lebih-lebih dari 64% orang berharap agar para dokter juga memberikan terapi psikoreligius dan doa. Dr. Dale A. Matthews, dari Universitas Georgetown, Amerika Serikat mengamati paling tidak ada 212 penelitian tentang terapi doa yang telah dilakukan. Dari jumlah itu 75% menyatakan bahwa komitmen agama, di antaranya dalam bentuk doa dan zikir menunjukkan pengaruh positif pada pasien.
Pada tahun 1984 WHO (world health organization) memasukkan dimensi spiritual keagamaan sama pentingnya dengan dimensi fisik, psikologis dan psikososial. Seiring dengan itu, terapi yang dilakukan pun mulai menggunakan dimensi spiritual keagamaan, terapi yang demikian disebut dengan terapi holistik, artinya terapi yang melibatkan fisik, psikologis, psikososial dan spiritual (Ariyanto, 2006). The American Psychiatric Association (APA) mengadopsi gabungan dari empat dimensi di atas dengan istilah paradigma pendekatan biopsikososispiritual (Hawari, 2002). Larson (1992) dan beberapa pakar yang lainnya dalam berbagai penelitian yang berjudul “Religious Commitment and Health”, menyimpulkan bahwa di dalam memandu kesehatan manusia yang serba kompleks ini dengan segala keterkaitannya, hendaknya komitmen agama sebagai suatu kekuatan (spiritual power) jangan diabaikan begitu saja. Karena agama dapat berperan sebagai pelindung lebih dari pada sebagai penyebab masalah.
Pentingnya agama sebagai kelengkapan pemeriksaan psikiatrik dapat dilihat dalam “textbook of psychiatry” yang berjudul “Synopsis of Psichiatry, Behavioral Sciences and Clinical Psychiatry” karangan Kaplan dan Sadock (1991). Di dalam buku tersebut disebutkan bahwa dalam wawancara psikiatri, dokter (psikiater) harus dapat menggali latar belakang kehidupan beragama dari pasien dan kedua orangtuanya, serta secara rinci mengeksplorasi sejauh mana mereka mengamalkan ajaran agama, yang dianutnya. Bagaimanakah sikap keluarga terhadap agama, taat atau longgar (strict or permissive); adakah konflik di antara kedua orangtuanya dalam. memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya. Psikiater juga menelusuri riwayat kehiduipan beragama pasiennya, sejak masa kanak-kanak hingga dewasa; sejauh mana. pasien terikat dengan ajaran agamanaya, sejauh mana kuatnya, dan sejauh mana mempengaruhi kehidupan pasien, pendapat pasien berdasarkan keyakinan agamanya terhadap terapi psikiatrik dan medik lainnya, serta bagaimanakah pandangan agamanya terhadap bunuh diri dan sebagainya, (Hawari, 2002:). Dengan begitu jita dapat memperoleh yang kita harapkan.
Di San Francisco, AS studi untuk mengetahui efektivitas doa dan zikir dilakukan terhadap 393 pasien jantung. Responden dibagi dalam dua kelompok secara acak. Kelompok pertama memperoleh terapi doa dan zikir, sedangkan yang lainnya tidak. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang mendapatkan terapi doa hanya sedikit yang mengalami komplikasi. Sementara pada kelompok yang tidak diberi terapi doa timbul berbagai komplikasi.
Dr. Oxman, TE dan kawan-kawan menemukan bahwa salah satu faktor prediksi yang kuat bagi keberhasilan operasi jantung adalah tingkat keimanan pasien. Dari studi yang mereka lakukan terbukti bahwa semakin kuat keimanan pasien, semakin kuat pula proteksinya terhadap kematian yang diakibatkan oleh operasi. Kesimpulan tersebut dituangkan dalam artikel yang berjudul “Lack of Social Participation or Religious Strength or Comfort as Risk Factors for Death after Cardiac Surgery in The Elderly”, yang dimuat oleh Psychosomatic Medicine. Penelitian lainnya yang berkaitan doa dan kematian akibat penyakit juga dilakukan Comstock dan kawan-kawan sebagaimana termuat dalam “Journal of Chronic Disease”. Dinyatakan bahwa bagi mereka yang melakukan kegiatan keagamaan secara teratur disertai doa, memiliki risiko kematian akibat penyakit jantung koroner lebih rendah 50% dibanding mereka yang tidak melakukan kegiatan keagamaan. Sedangkan kematian yang diakibatkan oleh penyakit emphisema (paru-paru) lebih rendah 56%, kematian akibat penyakit hati (sirosis hepatis) lebih rendah 74% dan kematian akibat bunuh diri lebih rendah 53%. Bukti lainnya berasal dari penelitian Robbins dan Metzner yang dilakukan selama 8-10 tahun terhadap 2700 responden, dan mereka mendapati bahwa responden yang rajin menjalankan ibadah serta berdoa, angka kematiannya jauh lebih rendah bila dibandingkan yang tidak beribadah.
Dokter Larry Dossey, M.D., seorang dokter dari Mexico, mengemukakan bahwa dalam beberapa penelitian yang berhubungan dengan doa menunjukkan bahwa doa dapat menyembuhkan beberapa penyakit yang diderita oleh masyarakat. Jarak tidak mempengaruhi dalam kemanjuran doa, apakah doa tersebut dilakukan di dekat pembaringan pasien, di luar kamar, atau di seberang lautan. Dalam bukunya “Healing Words” dia menulis sebagai berikut: Penyembuhan yang berkaitan dengan doa, yang menjadi pusat perhatian buku ini merupakan suatu terapi murni Era III Mengapa tak terikat tempat? Setelah banyak melakukan penelitian, saya tidak bisa menemukan seorang pakar pun yang mau mengatakan bahwa tingkat pemisahan jarak antara orang yang berdoa dengan pasien merupakan factor dalam hal kemanjurannya. Orang-orang yang mempraktekkan penyembuhan melalui doa semuanya mengatakan bahwa pengaruh-pengaruh doa tidak dipengaruhi oleh jarak, doa itu sama manjurnya walaupun yang berdoa dan yang menjadi tujuan doa terpisah .oleh samudera atau ada di balik pintu atau cuma di sisi tempat tidur.
Linda 0′ Riordan R.N., pendiri dan direktur Healthy Potentials, sebuah organisasi kesehatan integrative di Amerika Serikat dalam bukunya “The Art of Sufi Healing” menyatakan: Artikel-artikel penelitian tentang pengaruh yang terukur dari doa mulai diterbitkan dalam jurnal professional. Sebuah studi di VSCF Medical Center baru-baru ini menemukan bahwapasien operasi jantungyang didoakan oleh orang lain tampak jauh lebih mampu bertahan, pasien tersebut juga mengalami komplikasi yang lebih sedikit dan lebih singkat waktu perawatannya. Studi lain mengindikasikan bahwa orang yang berdoa teratur merasa lebih baik dan lebih merasa damai. Frekuensi doa sama halnya dengan ftekuensi membaca kitab suci, memiliki korelasi positif dengan kesehatan semakin sering berdoa, maka kesehatan semakin baik.
Dr. Handrawan Nadesul, dalam salah satu artikel yang ada di buku berjudul “Memahami Otak” (diterbitkan oleh Penerbit Kompas), menulis : “Hidup kita sudah begini susah, maka jangan lagi ditambah susah. Pilihan untuk lebih banyak melakukan perenungan sungguh bijaksana. Kini agaknya kita perlu lebih banyak melakukan kegiatan spiritualitas. Kita perlu meningkatkan intelegensia spiritualitas (Spiritual Quotient, SQ, Danah Zohar & Ian Marshal), antara lain lewat pencarian ke dalam diri dengan perjuangan ke luar. Orang-orang yang banyak melakukan doa, meditasi, bersembahyang, berzikir, tahajud, akan mampu menjinakkan sistem saraf otonom tubuhnya. Tabiat saraf otonom kita, lantaran kehidupan serba modern sekarang ini, rata-rata kian liar dan binal. Secara sadar kita sendiri tak mampu mengendalikannya. Aktivitas saraf otonom, yang bikin kita garang dan pemberang selama ini, ada di luar pengaruh alam sadar kemauan kita. Satu cara menjinakkannya, katanya, dengan lebih banyak melakukan kegiatan spiritual. Orang yang tinggi spiritualitasnya tinggi pula gelombang alfa di otaknya. Ini yang membuat hidup menjadi lebih tenang, sekali pun badai kecemasan, ketakutan, dan kepanikan terus menerjang tanpa perlu minum obat atau minta bantuan dukun. Dengan demikian risiko kena stroke, jantung koroner, sakit jiwa, dan kanker menjadi lebih kecil.”
Dr. Karl Young, dokter di bidang kejiwaan, menyatakan pengalamannya bahwa sejak 30 tahun yang lalu, setiap orang yang sakit meminta saran kepadanya, yang berasal dari seluruh pelosok dunia, dan rata-rata penyebab sakitnya adalah karena kurangnya iman dan goyahnya akidah. Penyakit mereka tidak pernah hilang, kecuali setelah berusaha mengoptimalkan lagi keimanannya yang telah hilang.
William James, profesor ilmu jiwa dari Universitas Harvard Amerika, mengatakan bahwa obat yng paling mujarab bagi penyakit gelisah adalah iman. Dr. Farrel juga menyatakan bahwa orang yang beragama dengan penuh keyakinan tidak pernah mengeluhkan penyakit kejiwaan (mentalitas). Lalu Deil Carneghi menetapkan bahwa para dokter kejiwaan mengetahui betul bahwa iman yang kuat dan berpegang teguh pada ajaran agama, merupakan dua kartu garansi agar bisa mengusir rasa gelisah dan stres, sekaligus menyembuhkannya.
Hasil penelitian yang diadakan di Universitas Michigan menunjukkan bahwa orang yang taat beragama, mengalami tingkat depresi atau stres yang lebih rendah. Sedangkan hasil penelitian di Universitas Rush di Chicago menyatakan bahwa tingkat kematian dini orang yang taat beragama dan berdo’a dengan teratur adalah 25 % lebih rendah daripada orang yang tidak taat beragama. Allah berfirman, “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra’d : 28).
Hasil penelitian yang lain juga menyatakan bahwa 750 orang yang menjalani pemeriksaan Angiocardiography (jantung dan pembuluh darah), setelah menggunakan kekuatan penyembuhan do’a, tingkat kematian penderita jantung yang rajin berdo’a turun menjadi 30 % dalam setahun setelah menjalani operasi. Sungguh layak jika Anas bin Malik juga berkata, “Janganlah kalian meremehkan do’a, karena tidak ada seorangpun yang binasa jika ia mau berdo’a”.
Dr. Nobuo Shioya dari Jepang, pemilik klinik pengobatan penyakit dalam, yang sebelum Perang Dunia II menjabat sebagai asisten profesor di Departemen Kesehatan Universitas Kerajaan Keijyo, di Seoul, Korea Selatan. Di usianya yang lebih dari 100 tahun, ia masih fit dan mampu bermain golf setiap hari karena berdo’a setiap hari. Do’a itu ia beri nama “Pengakuan Agung” : kekuatan terbesar alam semesta telah mengkristal untuk menciptakan dunia yang penuh kebenaran dan keselarasan.
Pada tanggal 25 Juli 1999, sekitar 350 orang berkumpul di dekat Danau Biwa, danau terbesar di Jepang, yang tujuannya adalah untuk pemurnian air. karena danau tersebut telah tercemar, airnya mengeluarkan bau yang tidak sedap dan koloni tanaman airnya yang indah juga sudah tidak ada lagi, serta alga asing yang berasal dari Canada tumbuh dengan cepat. Karena keadaan semakin buruk, maka mereka mengadakan pemurnian air dengan membaca do’a “Pengakuan Agung” sebanyak 10 kali yang dipimpin oleh Dr. Shioya.
Setelah satu bulan berlalu, tepatnya tanggal 27 Agustus 1999 pada Harian Kyoto ada sebuah artikel utama yang berjudul “Tidak ada pertumbuhan alga asing yang signifikan pada musim panas tahun ini, bau pun sudah nol.”
Selain yang di sebutkan di atas, do’a juga menunjukkan kecerdasan dan kekuatan batin seseorang. Hal ini tercermin dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu, Rosulullah bersabda, “Selemah-lemahnya manusia adalah orang lemah (jarang) berdo’a dan sebakhil-bakhilnya manusia adalah orang yang bDakhil dalam mengucapkan salam”(HR. Ibnu Hibban).
Kaum muslimin harus tahu tentang masalah do’a, karena kegiatan kesehariannya tidak pernah luput dari berdzikir dan berdo’a. Mohonlah sesuatu kepada, dan ingatlah baik-baik janji Allah bagi orang yang berdo’a. “Dan Tuhanmu berfirman : Berdo’alah kepadaku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina”(QS. Al-Mukmin : 60).
Sumber
Pustaka:
Muhammad
Shalih Ali Abdillah Ishaq. 2006. Bersujud
dikeheningan Malam. Yogyakarta : Mitra Pustaka
Hilmy
al-Khully. 2007. Sholat Itu Sungguh
Menakjubkan. Jakarta : Mirqat Publishing
Hasan
Bin ‘Ali As-Saqaf. Sholat Seperti Nabi
Shallallohu ‘Alaihi Wa Sallam. Bandung : Pustaka Hidayah
Majalah
Alia Edisi Desember 2005
Majalah
Healthy Life Edisi November 2004
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyaMbQXH33xcl7kMC4AOwJZATfdyMFA_EQABafC73ViX5XJerOd0buhC0HVjnJq8jHq5gUPxvWDJjo1tPi3_rC0p2VqZvWgAT8mweNzZ_YsYUgeNaYs6aAal41_uklvXWeCrGT2KuCqdys/s1600/berdoa.jpg

By continually monitoring for yoiur privacy and identity, these services can:.
ReplyDeleteIt’s as if Apple reached down in a God-like fashion, grabbed Twitter with its almighty hand and lifted it up to the social
networking heavens. Cast - Sheet has twenty different people
iin different departments suited ffor the needs of its members.
my site - woozworld hack