Niat merupakan hal yang sangat penting
dalam kehidupan seorang muslim, niatlah yang menentukan baik buruk dan diterima
tidaknya suatu perbuatan. Niat pula yang menentukan nilai ibadah seorang
muslim, sehingga pahala dari setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang
muslim ditentukan oleh niat.
عَنْ عُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ
يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Dari Umar bin Khaththab radhiyallohu ‘anhu, dia berkata, "Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Sesungguhnya amal perbuatan itu harus disertai niat, dan setiap perbuatan seseorang tergantung niatnya. Barang siapa yang tujuan hijrahnya karena mengharap keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (pahalanya) kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya, barang siapa yang tujuan hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau demi seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya (ganjarannya) adalah kepada apa yang diniatkan." (HR. Muslim)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata “Suatu
perkara yang bentuknya sama, terkadang dapat terbagi menjadi dua macam, yaitu
yang terpuji dan yang tercela. Seperti tawakal dan putus asa, mengharap dan
berangan-angan, mencintai karena Alloh dan mencintai dengan Alloh, mencintai
dakwah kepada Alloh dan mencintai jabatan, meninggikan perintah Alloh dan
bersikap tinggi hati, memohon maaf dan merendahkan diri, memberi hadiah dan
memberi suap, membicarakan nikmat-nikmat Alloh sebagai wujud syukur dan
berbangga-bangga dengan nikmat tersebut, dan lain sebagainya. Seluruh perbuatan
yang pertama kali disebutkan diatas adalah perkara-perkara yang terpuji,
sedangkan seluruh perbuatan yang disebutkan kedua adalah perkara-perkara yang
tercela dan dalam pelaksanaannya, tidak terdapat perbedaan antara keduanya kecuali
dengan niat”[1]
Oleh karena itu, niat harus dihadirkan
dalam setiap muslim, ibadah yang pahalanya kecil dapat menjadi ibadah yang
bernilai besar jika diiringi dengan niat yang benar, dan begitu pula
sebaliknya, ibadah yang pahalanya besar dapat menjadi ibadah bernilai kecil
jika tidak diiringi dengan niat yang tidak benar.
Dalam memakai jilbab hendaknya diniatkan
untuk menjalankan perintah Alloh dan mengharapkan pahala dari-Nya. Jangan
sampai niat berjilbab karena ada maksud tertentu dibaliknya. Dalam mengenakan
jilbab ada beberapa niat yang biasanya secara tidak sengaja singgah dalam hati
seorang remaja. Pertama, berjilbab karena menjalankan perintah Alloh dan
mengharapkan pahala darinya. Mengharapkan pahala dari Alloh bukanlah suatu hal
yang salah karena Alloh sendiri juga menjanjikan pahala yang berlimpah bagi
manusia yang menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ
مَا يُرِيدُ
Artinya : Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang dia kehendaki. (Q.S Al-Hajj/22 : 14)
Dengan demikian, jika kita menutup aurat
dan menggunakan jilbab karena Alloh, hal itu juga dapat dibenarkan oleh syariat
karena memang Alloh sendiri yang memberikan kita janji dengan pahala yang
berlimpah jika menaati perintah-Nya.
Kedua, karena orang yang dicintai. Kadang kala, pada usia remaja banyak kaum
hawa yang mengenakan jilbab karena atas permintaan dari orang yang dicintainya,
bukan karena kemauan sendiri dan ingin menjalankan perintah agama. Perbuatan
ini juga tidak bisa dibenarkan secara agama karena ada hadis yang melarangnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ
مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ.
Dari Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu, dia berkata, "Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, 'Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman, Aku adalah dzat yang paling tidak butuh terhadap sekutu. Barang siapa yang beramal dengan menyekutukan dzat selain Aku, niscaya Aku akan telantarkan ia dalam kesyrikannya.'" (HR. Muslim)
Melakukan suatu perbuatan karena sesuatu
atau orang lain, dan bukan karena Alloh merupakan suatu perbuatan syirik kecil.
Walaupun hanya syirik kecil, hal ini juga tetap dilarang karena pada dasarnya
semua perbuatan harus diniatkan karena Alloh dan mengharapkan pahala dari-Nya.
Ketiga, karena pencitraan diri dan riya’. Ketika mengamati beberapa tayangan
berita di televisi, banyak sekali wanita yang terjerat kasus hukum, sebelumnya,
sebelumnya mereka tidak mengenakan jilbab, namun ketika muncul dimedia mereka
berubah total, ketika masuk layar kaca mereka tampil dengan balutan jilbab dan
setelah itu mereka tampil kembali dengan busana yang sebelumnya. Jika kita
mengamati perilaku ini, sepertinya mereka melakukannya hanya untuk pencitraan
diri agar mereka dianggap oleh masyarakat sebagai orang yang tidak bersalah dan
atau mungkin agar dilihat masyarakat bahwa dirinya telah bertobat atas
perbuatannya tersebut. Ini bukan hal yang aneh, karena banyak sekali orang yang
melakukannya, terutama orang-orang yang terlibat kasus dengan pejabat atau
artis. Jika demikian halnya, orang – orang seperti ini telah berbuat riya’ dan
riya dilarang oleh Alloh
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللّهَ وَهُوَ
خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ
النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللّهَ إِلاَّ قَلِيلاً
Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (Q.S An-Nisa/04 : 142)
Dan juga sabda Rasululloh shallallohu
‘alaihi wa sallam
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ
رَاءَى رَاءَى اللَّهُ بِهِ.
Dari Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhu, dia berkata, "Barang siapa ingin menjadi populer, maka Allah akan menantangnya dengan kepopuleran-Nya. Dan barang siapa beramal karena ingin pamer {riya}, maka Allah akan menantang dengan sifat riya-Nya." (HR. Muslim)
Riya’ sangat berbahaya bagi amal ibadah
seseorang, dan penyakit ini bisa menjangkiti siapa saja, termasuk alim ulama,
bahkan para sahabat Nabi sekalipun juga bisa terjangkiti dan Rasululloh sempat
khawatir akan hal tersebut. Beliau
bersabda, Sesuatu
yang aku khawatrikan menimpa kalian adalah perbuatan syirik asghar. Ketika beliau
ditanya tentang maksudnya, beliau menjawab: ‘(contohnya) adalah riya. (HR. Ahmad
Syaikh al Albani)
Lihatlah begitu bahayanya riya’, padahal para sahabat merupakan
orang yang imannya kuat dan pengorbanan mereka untuk agama islam tak dapat
diragukan lagi, namun demikian Nabi masih sempat khawatir dengan amal
ibadahnya.
Beberapa niat yang salah diatas perlu diluruskan agar tidak menyalahi
aturan agama yang telah diatur sedemikian rupa, dan agar mereka mendapatkan
pahala disisi Alloh, oleh karena itu niat memakai jilbab dan menutup aurat harus diniatkan karena Alloh semata.
Sumber Referensi
Abdul Qadir Al-Talidi. 2004. Cewek Modis : Menebar Gaya Menuai
Prahara. Yogyakarta : Diva Press
Abi Lathif dan Ahyraf Qodh. 2005. Meredam Gejolak Syahwat.
Solo : Pustaka Arafah
Abi Muhammad Asyraf Bin Abdul Maqshud. 2008. Fatwa Perhiasan
Wanita. Jakarta : Embun Publishing
Abi Muhammad
Asyraf bin Abdul Maqshud. 2008. Fatwa Perhiasan Wanita. Jakarta : Embun
Publishing
Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah. 2008. Dosa Malapetaka Terbesar : Kelemahan, Kemalasan,
Kelalaian, Kerugian dan Penyesalan. Bandung : Pustaka Hidayah
Ibrahim
Muhammad Al-Jamal. 1999. Fiqih Muslimah. Jakarta : Pustaka Amani
M. Ilham
Maqzuq. 2005. Remaja Islam Berbaju Yahudi. Bandung : Mujahid Press
M. Quraish
Shihab. 2004. Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah : Pandangan Ulama Masa Lalu
& Cendekiawan Kontemporer. Jakarta : Lentera Hati
Salim A.
Fillah. 2003. Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan. Yogyakarta : Pro
Umedia
Umar Sulaiman
Al-Asyqar. 2006. Fikih Niat Dalam Ibadah.
Jakarta : Gema Insani Press
http://nasehathebat.com/foto_berita/96luruskan%20niat%20berbisnis.jpg

No comments:
Post a Comment
Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.