
Pasal 77 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan
Bermotor yang dikemudikan. Berdasarkan persyaratan usia yang diatur dalam Pasal
81 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009, maka ditentukan minimal
usia 17 tahun untuk dapat memiliki SIM A bagi orang yang
mengemudikan mobil. Selain persyaratan tersebut, masih ada
persyaratan lainnya yang harus dipenuhi oleh seseorang yang ingin memiliki SIM, diantaranya persyaratan administratif,
kesehatan dan lulus ujian.
Dengan adanya aturan yang cukup lengkap tersebut timbul pertanyaan kenapa
masih ada pengemudi yang tidak memiliki SIM dengan berani mengemudikan
kendaraannya di jalan? Padahal pasal 281 UU No. 22 Tahun 2009 memberikan
ancaman pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan dan denda paling banyak Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah) bagi pengemudi yang tidak memiliki SIM. Tulisan yang akan saya bahas tidak jauh
dari permasalahan dalam berkendara.
Beberapa tahun terakhir ini saya mendapati, setiap lebaran banyak siswa
yang bertebaran dijalan raya tujuannya silaturahmi kerumah guru-guru. Semula
saya kira hal itu cuma kegiatan biasa, maksud saya tidak ada keharusan,
ternyata ada beberapa sekolah[2]
yang membuat peraturan setiap murid
mendapat wajib untuk mendatangi rumah guru. Saya agak tergelitik dengan
kebijakan tersebut, karena setiap murid diberi daftar nama guru beserta alamat
dan mereka diharuskan meminta tanda tangan setiap guru yang didatangi sebagai
bukti bahwa mereka telah silaturahmi. Saya sangat setuju dengan adanya
silaturahmi karena silaturahmi merupakan cara untuk menyambung tali
persaudaraan, namun dalam kasus ini saya
tidak setuju karena beberapa hal yang antara lain, Pertama, Terlalu
beresiko. Setiap lebaran tiba, masyarakat di Indonesia sudah biasa melakukan
mudik atau silaturahmi kepada sanak saudara, hal ini menyebabkan jalanan macet
dan menyebabkan naiknya kecelakaan lalu lintas. Jika ada kewajiban silaturahmi
bagi siswa, khususnya yang masih di bawah umur 17 tahun, maka akan menambah
resiko kecelakaan. Kedua, mereka masih dibawah umur dan belum memiliki SIM,
apalagi syarat kepemilikan SIM adalah berumur 17 tahun, jika terjadi kecelakaan
siapa yang akan bertanggung jawab ? pasti tetap sang siswa yang harus
bertanggung jawab. Ketiga, memberatkan orang tua. Beberapa orang tua merasa
khawatir dan tidak tega membiarkan anaknya silaturahmi kerumah guru sendirian,
sehingga mereka mengantarkan anaknya dan bertambah pula kegiatan orang tua. Keempat, mereka masih dibawah umur dan
masih labil. Beberapa waktu
yang lalu, saya melihat beberapa kelompok siswa yang akan mengadakan
silaturahmi kerumah guru, mereka agak membahayakan diri mereka sendiri dan
pengguna jalan lain karena mereka berjajar dua dijalanan yang ramai, mereka
tidak memasang spion dan tidak memakai helm. Saya sempat mengingatkan, namun
mereka malah menjadi-jadi, hal inilah yang menyebabkan penulis tidak setuju
jika ada kewajiban bagi siswa untuk silaturahmi kerumah guru saat lebaran tiba.
Saya sangat setuju dengan diadakannya silaturahmi, namun kalau boleh usul
sebaiknya jangan diwajibkan agar tidak membebani siswa dan orang tua dan tidak
menambah macetnya jalan raya, toh nanti setelah hari raya juga ada kegiatan
halal bihalal disekolahan. Dan satu lagi, jika membuat suatu kebijakan,
lihatlah baik buruknya dan
resikonya, jangan asal membuat kebijakan yang nantinya malah memberatkan dan
membahayakan salah satu pihak.
References
http://www.arifagora.web.id/wp-content/uploads/2014/10/Setengah-badan-polisi.jpg
No comments:
Post a Comment
Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.