Breaking News
recent

Sekolah VS Polisi


Untuk dapat mengemudikan kendaraan bermotor kita diharuskan memiliki SIM. Definisi SIM menurut wikipedia adalah “Di Indonesia, Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan (Pasal 77 ayat (1) UU No.22 Tahun 2009)[1].

Pasal 77 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan. Berdasarkan persyaratan usia yang diatur dalam Pasal 81 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009, maka ditentukan minimal usia 17 tahun untuk dapat memiliki SIM A bagi orang yang mengemudikan mobil. Selain persyaratan tersebut, masih ada persyaratan lainnya yang harus dipenuhi oleh seseorang yang ingin memiliki SIM, diantaranya persyaratan administratif, kesehatan dan lulus ujian.

Dengan adanya aturan yang cukup lengkap tersebut timbul pertanyaan kenapa masih ada pengemudi yang tidak memiliki SIM dengan berani mengemudikan kendaraannya di jalan? Padahal pasal 281 UU No. 22 Tahun 2009 memberikan ancaman pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan dan denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) bagi pengemudi yang tidak memiliki SIM. Tulisan yang akan saya bahas tidak jauh dari permasalahan dalam berkendara.

Beberapa tahun terakhir ini saya mendapati, setiap lebaran banyak siswa yang bertebaran dijalan raya tujuannya silaturahmi kerumah guru-guru. Semula saya kira hal itu cuma kegiatan biasa, maksud saya tidak ada keharusan, ternyata ada beberapa sekolah[2] yang membuat peraturan setiap murid mendapat wajib untuk mendatangi rumah guru. Saya agak tergelitik dengan kebijakan tersebut, karena setiap murid diberi daftar nama guru beserta alamat dan mereka diharuskan meminta tanda tangan setiap guru yang didatangi sebagai bukti bahwa mereka telah silaturahmi. Saya sangat setuju dengan adanya silaturahmi karena silaturahmi merupakan cara untuk menyambung tali persaudaraan, namun  dalam kasus ini saya tidak setuju karena beberapa hal yang antara lain, Pertama, Terlalu beresiko. Setiap lebaran tiba, masyarakat di Indonesia sudah biasa melakukan mudik atau silaturahmi kepada sanak saudara, hal ini menyebabkan jalanan macet dan menyebabkan naiknya kecelakaan lalu lintas. Jika ada kewajiban silaturahmi bagi siswa, khususnya yang masih di bawah umur 17 tahun, maka akan menambah resiko kecelakaan. Kedua, mereka masih dibawah umur dan belum memiliki SIM, apalagi syarat kepemilikan SIM adalah berumur 17 tahun, jika terjadi kecelakaan siapa yang akan bertanggung jawab ? pasti tetap sang siswa yang harus bertanggung jawab. Ketiga, memberatkan orang tua. Beberapa orang tua merasa khawatir dan tidak tega membiarkan anaknya silaturahmi kerumah guru sendirian, sehingga mereka mengantarkan anaknya dan bertambah pula kegiatan orang tua. Keempat, mereka masih dibawah umur dan masih labil. Beberapa waktu yang lalu, saya melihat beberapa kelompok siswa yang akan mengadakan silaturahmi kerumah guru, mereka agak membahayakan diri mereka sendiri dan pengguna jalan lain karena mereka berjajar dua dijalanan yang ramai, mereka tidak memasang spion dan tidak memakai helm. Saya sempat mengingatkan, namun mereka malah menjadi-jadi, hal inilah yang menyebabkan penulis tidak setuju jika ada kewajiban bagi siswa untuk silaturahmi kerumah guru saat lebaran tiba.

Saya sangat setuju dengan diadakannya silaturahmi, namun kalau boleh usul sebaiknya jangan diwajibkan agar tidak membebani siswa dan orang tua dan tidak menambah macetnya jalan raya, toh nanti setelah hari raya juga ada kegiatan halal bihalal disekolahan. Dan satu lagi, jika membuat suatu kebijakan, lihatlah baik buruknya dan resikonya, jangan asal membuat kebijakan yang nantinya malah memberatkan dan membahayakan salah satu pihak.

References
 http://www.arifagora.web.id/wp-content/uploads/2014/10/Setengah-badan-polisi.jpg



[1] Wikipedia.org
[2] Dalam kasus yang saya temui masih ditingkat SMP/MTs

No comments:

Post a Comment

Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.

Powered by Blogger.