Breaking News
recent

Mengharap Anak Sholehah Tanpa Berusaha

Mempunyai keturunan adalah salah satu kebanggaan tersendiri, dengan mempunyai keturunan lengkap sudah kebahagiaan dalam rumah tangga. Anak adalah salah satu anugerah dari Alloh yang wajib kita jaga karena anak salah satu investasi akhirat. Jika kita menyia-nyiakannya, kelak ia akan menjadi boomerang bagi kita, dan jika mendidiknya dengan baik, maka ia akan dapat menjadi penolong orang tuanya. Namun sayangnya banyak orang tua yang anak sholeh atau sholehah dengan bersantai ria, dengan kata lain mengharap anak sholehah tanpa berusaha.

Sifat Orang Tua Mempengaruhi Anak
Seorang anak dari segi fisiknya, biasanya tidak menyimpang dari perawakan kedua orang tuanya, kadang matanya mirip ibunya, bentuk badannya mirip ayahnya, rambutnya mirip neneknya dan bahkan ada juga yang mirip nenek moyangnya yang dahuli. Seperti yang tersirat dalam hadis berikut ini

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ أَعْرَابِيًّا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ امْرَأَتِي وَلَدَتْ غُلَامًا أَسْوَدَ وَإِنِّي أَنْكَرْتُهُ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ لَكَ مِنْ إِبِلٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ مَا أَلْوَانُهَا قَالَ حُمْرٌ قَالَ فَهَلْ فِيهَا مِنْ أَوْرَقَ قَالَ نَعَمْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنَّى هُوَ قَالَ لَعَلَّهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَكُونُ نَزَعَهُ عِرْقٌ لَهُ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَذَا لَعَلَّهُ يَكُونُ نَزَعَهُ عِرْقٌ لَهُ

Dari Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu, bahwa seorang Arab pedalaman mendatangi Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam, lalu dia berkata, "Ya Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam, istri saya melahirkan bayi berkulit hitam dan sungguh saya tidak mengakui sebagai anak saya." Lalu Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam bertanya, "Apakah kamu mempunyai unta?" Dia menjawab, "Ya." Beliau bertanya lagi, "Apa warnanya? " Dia menjawab, "Merah." Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, "Apakah anaknya ada yang abu-abu." Orang itu menjawab, "Ya." Beliau bertanya lagi, "Dari mana asalnya anak yang abu-abu itu ?" Orang itu menjawab, "Mungkin asal keturunannya ada yang abu-abu." Kemudian beliau berkata kepada orang itu, "Anakmu pun begitu, mungkin nenek moyangmu ada yang berwarna hitam." (HR. Muslim)



Lantas apakah yang mirip hanya berupa fisiknya saja ? Anak adalah miniatur orang tuanya sendiri, tingkah laku seorang anak pun tidak jauh berbeda dengan orang tuanya sendiri. Seorang anak yang sering melihat ayahnya sering berkata kotor, maka ia akan terbiasa kotor. Sedangkan anak yang terbiasa melihat ayahnya berdzikir, maka ia juga akan terbiasa berdzikir, atau paling tidak berkata yang baik-baik. Sifatnya pun tak jauh berbeda dengan kedua orang tuanya, sedikit banyak pasti ada yang diturunkan kepada keturunannya.

Orang Tualah Yang Mengubah
Sering kali anak diibaratkan sebuah kertas putih yang tanpa noda sama sekali, semakin besar semakin banyak warna yang tergores dalam kertas tersebut. Ada yang menjadi full color, ada yang terdapat sedikit coretan dan ada pula yang penuh dengan warna hitam. Anak merupakan karunia dari Alloh yang yang terlahir dalam keadaan suci, orang tuanyalah yang menjadikannya kotor. Dari Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu, dia berkata, "Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ الْآيَةَ.

“Seorang bayi tidak dilahirkan {ke dunia ini} melainkan ia berada dalam kesucian {fitrah}. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat?”. (HR. Muslim)

Sebagai orang tua kadang kita tidak sadar bahwa apa yang kita lakukan mempengaruhi sifat anak kita, kita terbiasa berkata kotor didepannya, membiarkan segala tingkah lakunya (permisif) asalkan dia senang, sehingga lama-kelamaan ia berubah menjadi tidak suci lagi, dan bahkan ada sebagian yang menjadi perusuh dalam lingkungan masyarakat. Ini tak lain dikarenakan kesalahan dalam mendidik anak.

Orang Tua Adalah Teman Dekat
Teman dekat sangat menentukan tingkah laku seseorang. Orang yang mempunyai teman perokok lama kelamaan, tanpa ia sadari akan menjadi perokok. Orang yang mempunyai teman dekat yang sering mengeluarkan kata-kata kotor, lama kelamaan ia pasti akan terbiasa mengeluarkan kata-kata kotor, atau paling tidak kita akan di cap mempunyai teman yang berperangai buruk. Dari Abu Musa radhiyallohu ‘anhu dari Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

"Sesungguhnya perumpamaan teman dekat yang baik dan teman dekat yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Seorang penjual minyak wangi terkadang mengoleskan minyak wanginya kepada kamu dan terkadang kamu membelinya sebagian atau kamu dapat mencium semerbak harumnya minyak wangi itu. Sementara tukang pandai besi adakalanya ia membakar pakaian kamu ataupun kamu akan mencium baunya yang tidak sedap". (HR. Muslim)

Lihatlah bagaimana pengaruh teman dekat terhadap kita ? Lantas bagaimana hal jika teman dekat tersebut adalah orang tua. Orang tua adalah teman yang paling dekat dengan kita. Hampir sebagian besar waktu kita dihabiskan bersama keluarga, tak diragukan lagi bahwa sifat kita pun akan terpengaruh dengan lingkungan keluarga, tempat dimana kita tumbuh dan berkembang.

Alloh Tidak Mengubah Keadaan Suatu Kaum
Setiap orang pasti mengharapkan mempunyai anak yang sholeh dan sholehah, walaupun dia seorang yang bejat, didalam hati kecilnya ia mengharapkan anaknya menjadi anak yang berbakti dan mau mendoakan orang tuanya. Tapi sayangnya, tak sedikit orang yang hanya berharap saja, namun tidak ada usaha. Padahal sudah jelas dalam al-qur’an bahwa Alloh tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaannya. Anehnya kadang orang tua menyuruh anaknya untuk belajar, mengaji atau membaca buku, sedangkan dia sendiri duduk dengan santai, mengambil remote control lantas menyalakan televisi sambil membawa toples berisi makanan ringan.

Jika kita menginginkan anak yang sholeh, kita harus berusaha memulainya dari diri kita sendiri, kita harus menunjukkan contoh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita menyuruh anak-anak untuk mengaji, maka kita harus memberikan contoh terlebih dahulu kepada mereka dan mengajaknya untuk membaca al-qur’an bersama. Seorang perokok, menyuruh anaknya untuk tidak merokok, pasti anaknya tidak akan menganggapnya. Seorang pencuri menyuruh orang lain untuk tidak mencuri, tentu dia akan ditertawakan, dan begitu pula sebaliknya. Apabila kita mengharapkan anak yang sholeh dan sholehah, yang kelak akan mendoakan kita, tentu kita harus memulainya dari sekarang dengan menunjukkan akhlak dan perbuatan yang baik sehingga mereka pun akan terbiasa melakukan kebaikan dan dapat menjadi anak yang baik.

Wasiat Para Ulama
Para ulama adalah orang selalu berusaha untuk melestarikan ajaran islam, mereka selalu serius dalam mendidik generasi islam, tak mengherankan jika mereka berwasiat untuk mendidik anak-anak generasi islam. Al-Imam Mujtahid rahimalloh berkata, “Bertakwalah kalian kepada Alloh dan berwasiatlah kepada keluarga kalian agar bertakwa kepada Alloh”. Al-Imam Qatadah rahimalloh berkata, “Kau perintahkan mereka agar taat  kepada Alloh, kau cegah mereka dari perbuatan maksiat, kau urusi mereka sesuai dengan perintah Alloh, dan kau bantu mereka untuk mewujudkannya. Apabila engkau melihat ada kemaksiatan kepada Alloh, cegah dan jauhkanlah mereka darinya”.

Referensi
Al-‘Adawi, Mushthafa, 2006. Fiqh Tarbiyatul Abnaa’ Wa Thaa-ifatun Min Nashaa-ihil Athibbaa’, Terjemahan : Beni Sarbeni, cetakan pertama. Bogor : Pustaka Al-Inabah
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, 2005. Mukhtashar Shahih Bukhari, Terjemahan : Elly Lathifah, cetakan pertama. Jakarta : Gema Insani Press
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, 2005. Mukhtashar Shahih Muslim, Terjemahan : Elly Lathifah, cetakan pertama. Jakarta : Gema Insani Press
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, 2008. Mukhtashar Shahih Bukhari. Versi chm
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, 2008. Mukhtashar Shahih Muslim. Versi chm
Majalah Qonitah Edisi 18 / Vol. 02 / 1436 H – 2014 M
http://cairodar.youm7.com/images/2015/07/%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%85%D9%84-%D9%81%D9%89-%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%8A%D8%A7%D9%85.png

No comments:

Post a Comment

Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.

Powered by Blogger.