Breaking News
recent

Kencing : Berdiri Atau Dengan Berlari ?

Buang air kecil merupakan salah satu anugerah yang diberikan oleh Alloh kepada kita. Kencing adalah cairan yang sudah tidak digunakan oleh tubuh manusia. Hampir setiap hari manusia mengeluarkan air seni, bahkan jika tidak dapat buang air justru akan mengakibatkan gangguan kesehatan.

Harus Duduk Atau Berdiri ?
Dalam buang air kita tidak selamanya kencing dengan berdiri saja atau bahkan duduk saja. Mungkin ada beberapa orang yang lebih nyaman buang air dengan duduk dan ada yang lebih nyaman dengan berdiri. Lantas bagaimana yang benar ?

Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa kencing dengan berdiri adalah sebuah perbuatan yang salah, dan yang benar adalah kencing dengan duduk. Hal ini tidaklah benar karena Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam pernah kencing dengan berdiri. Dari Abu Wa'il dari Hudzaifah radliallahu 'anhu berkata

لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ لَقَدْ أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا

Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam "atau katanya" Sungguh aku pernah melihat Nabi shallallohu 'alaihi wa sallam kencing di tempat pembuangan kotoran sambil berdiri". (HR. Bukhari)

Dari Mughirah bin Syu'bah, ia mengatakan bahwa

أَتَى سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا

Rasulullah Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam mendatangi tempat sampah suatu kaum, lalu beliau kencing sambil berdiri (di sana)”. (HR. Ibnu Majjah)

Sedangkan dalam riwayat yang lain, Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam pernah kencing dengan duduk. Dari Aisyah radhiyallohu ‘anha berkata

مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقْهُ أَنَا رَأَيْتُهُ يَبُولُ قَاعِدًا

"Barangsiapa yang meriwayatkan kepadamu bahwa Rasulullah Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam kencing sambil berdiri, maka janganlah membenarkannya. (Karena) aku melihat beliau kencing sambil duduk (berjongkok)'. (HR. Ibnu Majjah, Shahih menurut Al-albani)

Sedangkan menurut Syaikh Muhammad ‘Abdussalam, hadis diatas digolongkan dhaif. Hadis diatas hanya menjelaskan cara kencing Rasululloh ketika sedang berada dirumah, dan ‘Aisyah tidak tahu bagaimana Rasululloh kencing ketika berada diluar rumah. Menurutnya, pada dasarnya semua hadis yang melarang kencing berdiri adalah lemah. Kata Al-Mundzir “Aku lebih suka kencing sambil duduk, dan kencing sambil berdiri hukumnya mubah, karena keduanya dilakukan oleh Rasululloh.

Jika Kencing Berdiri
Adakalanya kita tidak dapat kencing dengan duduk atau kencing dengan berdiri karena beberapa hal. Namun, kendati kencing dengan berdiri boleh dilakukan, selayaknya kita juga harus memperhatikan bebebrapa hal yang penting misalnya, pertama, harus menjaga aurat.  Aurat adalah salah hal yang penting dan harus dijaga ketika buang air. Jika kita buang air dengan berdiri, jagalah agar aurat kita tidak terlihat oleh orang lain, terutama kaum lelaki. Biasanya mereka asal buang air tanpa memperhatikan dimana mereka buang air kecil.

Kedua, tidak menghadap kiblat. Buang air sambil menghadap atau membelakangi kiblat adalah hal yang dilarang dalam islam. Dari Abu Sa'id Al Khudri, dia bersaksi bahwa

رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بِبَوْلٍ

Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam benar-benar melarang kami untuk membuang hajat sambil menghadap kiblat”. (HR. Ibnu Majjah, Shahih menurut Al-Albani)

Kita diperbolehkan buang air dengan menghadap atau membelakangi kiblat dengan satu syarat, yaitu dengan menggunakan sutrah (pembatas atau penghalang). Jika tidak menggunakan sutrah maka kita dilarang buang air dengan menghadap atau membelakangi kiblat, kedua hal tersebut harus kita perhatikan saat buang air. Pilih buang air dengan  duduk atau berdiri, itu tergantung kita sendiri, asalkan kita juga harus memperhatikan adab-adab dalam buang air.

Referensi :
‘Abdussalam, Syaikh Muhammad, 2005. As-Sunan Wa Al-Mubtada’at Al-Muta’alliqah Wa Ash-Shalawat, Terjemahan : Achmad Munir Awood Badjeber dan Imam Sulaiman, cetakan kedelapan. Jakarta : Qisthi Press
Al-‘Adawi, Mushthafa, 2006. Fiqh Tarbiyatul Abnaa’ Wa Thaa-ifatun Min Nashaa-ihil Athibbaa’, Terjemahan : Beni Sarbeni, cetakan pertama. Bogor : Pustaka Al-Inabah
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, 2005. Mukhtashar Shahih Muslim, Terjemahan : Elly Lathifah, cetakan pertama. Jakarta : Gema Insani Press
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, 2008. Mukhtashar Shahih Muslim. Versi chm
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, 2008. Shahih Sunan Ibnu Majjah. Versi chm
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, 2008. Shahih Sunan Tirmidzi. Versi chm
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, 1999. Fiqhul Mar’atil Muslimah, Terjemahan : Zaid Husein Alhamid, cetakan ketiga. Jakarta : Pustaka Amani
http://www.moillusions.com/wp-content/uploads/3.bp.blogspot.com/albums/bb234/vurdlak8/illusions/pipe1.jpg

No comments:

Post a Comment

Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.

Powered by Blogger.