Breaking News
recent

Jurnal Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Dan Iklim Kerja Dengan Kepuasaan Kerja Guru Sekolah YPPSB Sanggatta Kutai Timur

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja guru dengan kepuasan kerja guru. Penelitian dilaksanakan di Sekolah YPPSB Sangatta Kutai Timur. Sampel penelitian sebanyak 63 orang, dipilih dengan menggunakan proportional random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa (1) terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru; dan (2) terdapat hubungan positif antara iklim kerja guru dengan kepuasan kerja guru; (3) terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja secara bersama-sama dengan kepuasan kerja guru.

Kata Kunci: Kepemimpinan Transformasional, Iklim Kerja dan Kepuasan Kerja

Abstract: The objective of this research is to find out the how the transformational leadership and the organizational climate of teachers relate with teachers’ job satisfaction. The research was conducted in the YPPSB School in Sangatta East Kutai with n = 63 using proportional random sampling. The findings shows that there is a positive correlation between: (1) transformational leadership of head teachers with the teachers’ job satisfaction. (2) The organizational climate of teachers with the teachers’ job satisfaction. (3) The research also indicates that there is a positive correlation between these two independent variables together, both the transformational leadership of head teachers and the organizational climate of teachers, with the teachers’ job satisfaction.

Keywords: Transformational Leadership, Organizational Climate, and Job Satisfaction.

PENDAHULUAN
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikin­ya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal.

Kepuasan kerja adakalanya berkenaan dengan hal yang menyenangkan dan adakalanya pada hal-hal yang tidak menyenangkan. Kepuasan kerja bersifat dinamis. Artinya berkembang terus. Oleh sebab itu, ia bersifat relatif. Jika manusia telah mencapai suatu kepuasan, maka timbul pula tuntutan akan kepuasan yang lebih tinggi kualitas dan kuantitasnya. Selain itu, Gibson (1973) menyatakan, “Job satisfaction is refers to the positive or negative aspect of an individual’s attitude toward his job or some feature of the job.” Gibson men­gatakan bahwa kepuasan kerja mengacu pada aspek positif atau negatif sikap individual dan cara pandang seseorang terhadap pekerjaan

Di dalam praktik, suatu proses perubahan dijalank­an dengan bertumpu pada pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988, seperti dikutip oleh Hartanto (1991) Konsep kepe­mimpinan transformasional lahir sebagai upaya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan eksternal yang berlangsung cepat, sehingga menimbul­kan persaingan yang semakin ketat. Kepemimpinan transformasional dianggap mampu membangun komitmen organisasi terhadap tujuan-tujuannya, sekaligus memberdayakan anggota organisasi untuk meraih tujuan-tujuan itu. Pemimpin dituntut untuk mampu mengubah budaya organisasi atau iklim kerja agar konsisten dengan strategi manajemen.

Permasalahan yang sering muncul dalam organisasi termasuk juga organisasi sekolah adalah masalah kes­eragaman yang tinggi, tanggung jawab yang rendah, kurang jelasnya aturan organisasi, standar kerja yang rendah, semangat kelompok rendah, dan kurangnya penghargaan yang diberikan oleh pihak manajemen.

Tidak semua persoalan yang teridentifikasi di atas akan dibahas dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya akan mencari jawaban terhadap tiga masalah yang menurut peneliti paling urgen dicari jawabannya, yaitu (1 )apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan kepuasan kerja guru di Sekolah YPPSB Sangatta, (2) apakah terdapat hubungan antara iklim kerja dan kepuasaan kerja guru di Sekolah YPPSB Sangatta, dan (3) apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan transformasional ke­pala sekolah dan iklim kerja terhadap kepuasaan kerja guru di sekolah YPPSB Sangatta.

KAJIAN PUSTAKA
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada dasarnya merujuk pada se­berapa besar seorang pegawai menyukai pekerjaan­nya .Robbins (1994) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum pekerja tentang pekerjaan yang dilakukannya, karena pada umumnya apabila orang membahas tentang sikap pegawai, yang di­maksud adalah kepuasan kerja. Pekerjaan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan seseorang, se­hingga kepuasan kerja juga mempengaruhi kehidupan seseorang.

Kebutuhan hidup manusia bermacam-macam dan berhierarkhi. Hierarkhi kebutuhan hidup manusia se­cara urut dari yang paling rendah hingga paling tinggi menurut Maslow (1943) di antaranya adalah kebutuhan (1) fisiologis, (2) keselamatan dan rasa aman, (3) rasa memiliki, (4) dihargai, dan (5) perwujudan diri. Maslow menjelaskan bahwa orang dewasa telah memenuhi 85% dari kebutuhan fisiologisnya, 70% dari kebutuhan keselamatan dan keamanan, 50% dari kebutuhan rasa memiliki, sosial, dan cinta; dan 10% dari kebutuhan un­tuk perwujudan diri.

Berdasarkan hasil penelitian Herzberg (1969) ter­dapat faktor yang meyebabkan ketidakpuasan (dissat­isfiers) yang bersifat ekstrinsik, yaitu upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu dari supervisi teknis, mutu dari hubungan interperson­al antara teman sejawat, atasan, dan bawahan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti dapat menyatakan bahwa tingkat kepuasan kerja pegawai (termasuk guru) adalah perasaan senang atau tidak senang yang dirasakan pegawai/guru terhadap pekerjaannya. Perasaan keridakpuasan itu antara lain tidak terpenuhinya harapan pegawai/guru terhadap (1) imbalan yang diterima dari lembaga/sekolah tempat mereka bekerja, (2) penghargaan terhadap hasil kerja, (3) tantangan pekerjaan, (4) pendidikan dan pelatihan, (5) kesesuaian dengan pekerjaan, dan (6) adanya jami­nan kerja.

Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional menurut Gary Yukl, adalah seorang pemimpin dalam suatu organisasi yang bertugas mempertahankan sekaligus mentrans­formasikan organisasinya terhadap perubahan dan tantangan baru. Teori kepemimpinan transformasional merupakan pendekatan terakhir yang hangat dibicara­kan selama dua dekade terakhir ini. Gagasan awal men­genai model kepemimpinan transformasional dikem­bangkan oleh James Mc Gregor Burns yang menerap­kannya dalam konteks politik dan selanjutnya diterap­kan dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass.

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan perubahan dalam organisasi (dipertentangkan dengan kepe­mimpinan yang dirancang untuk memelihara status quo). Kepemimpinan juga didefinisikan sebagai kepe­mimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap melampaui ke­pentingan pribadinya pada saat itu (Bass 1985; Burns 1978; Tichy dan Devanna 1986, seperti dikutip oleh Locke 1997).

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah pe­nilaian guru terhadap perilaku seorang pemimpin yang mempengaruhi bawahannya untuk melaksanakan pe­kerjaan guna mencapai tujuan yang meliputi. Hal-hal yang dinilai itu meliputi kemampuan (1) memberi wa­wasan masa depan, (2) membangkitkan kebanggaan, (3) memiliki komitmen terhadap pekerjaan, (4) membi­na guru dalam melaksanakan tugas mengajar, dan (5) melaksanakan strategi pembelajaran yang aktual.

Iklim Kerja
Steer menyatakan bahwa iklim organisasi dapat dipandang sebagai kepribadian organisasi yang dicer­minkan oleh anggotanya. Sementara itu, Davis menye­butkan bahwa iklim organisasi adalah tempat mereka melaksanakan tugasnya. Dari kedua pendapat terse­but, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan iklim organisasi ialah seluruh kondisi fisik dan sosio-psikologis yang mempengaruhi lingkungan kerjanya.

Freiberg menegaskan bahwa iklim kerja yang sehat di suatu sekolah memberikan kontribusi yang signifi­kan terhadapan proses KBM yang efektif. Ia memberi­kan argumen bahwa pembentukan lingkungan kerja sekolah yang kondusif menjadikan seluruh anggota sekolah melakukan tugas dan peran mereka secara optimal.

Pendapat Freiberg dikuatkan oleh Atwool (1999) yang menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran sekolah tempat yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hubungan yang bermakna di dalam lingkungan sekolahnya, sangat diperlukan un­tuk meningkatkan kemampuan belajar siswa, mem­fasilitasi siswa untuk bertingkah laku yang sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi masalah yang dibawa dari rumah.

Selanjutnya Samdal dan kawan-kawan juga telah mengidentifikasi tiga aspek lingkungan psikososial sekolah yang menetukan prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut adalah (1) tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah, (2) keinginan guru, dan (3) hubungan yang baik dengan sesama siswa. Samdal juga menyarankan bahwa intervensi sekolah yang me­ningkatan rasa kepuasan sekolah akan dapat mening­katkan prestasi.

Berdasarkan pendapat di atas, yang dimaksud den­gan iklim kerja ialah suasana di lingkungan sekolah yang mendukung pelaksanaan tugas guru dengan in­dikasi (1) tersedianya fasilitas kerja, (2) tanggung jawab pekerjaan, (3) terjalinnya hubungan kerja yang harmo­nis, (4) dukungan rekan kerja, dan (5) aturan dan sistem kerja.

Kerangka Berpikir
Berbagai teori di atas akhirnya dapat dijadikan dasar untuk merrumuskan hubungan antara kepemimpi­nan transformasional dengan kepuasan kerja guru. Sebab, dalam pelaksanaan tugas di sekolah, seorang pemimpin atau kepala sekolah memegang peranan penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang ber­mutu. Seorang kepala sekolah yang demokrastis dan dapat menempatkan diri sesuai situasi kerja akan san­gat mempengaruhi semangat kerja guru. Sebaliknya bila kepala sekolah yang tidak peduli terhadap bawah­annya dan tidak dapat membawa perubahan apa pun dalam organisasi akan mempengaruhi kepuasan kerja bawahan (guru dan karyawan).

Oleh karena itulah, peneliti menduga terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transforma­sional dan kepuasan kerja. Semakin demokratis, kepe­mimpinan transformasional kepala sekolah, makin tinggi kepuasan kerja guru dan karyawan. Iklim kerja yang kondusif menjadikan tempat kerja menyenang­kan dan membuat betah guru dan karyawan dalam bekerja. Kesenangan dan kebetahan seseorang bekerja akan mendorong produktivitas kerja mereka. Karena mereka merasa organisasi kerja merupakan bagian dari hidupnya, sudah menjadi miliknya sehingga mereka berusaha bekerja keras untuk memajukan organisasin­ya. Semakin kondusif iklim kerja di lingkungan sekolah, makin tinggi kepuasan kerja guru.

Selain itu, peneliti juga menduga adanya hubun­gan antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja. Ada tiga komponen pokok kepemimpinan, yaitu (1) pe­mimpin, (2) bawahan/pengikut, dan (3) tugas. Seorang pemimpin terutama dalam masa-masa perubahan ha­rus dinamis dan efektif dalam mewujudkan tujuan or­ganisasi. Untuk itu ia harus bekerja secara optimal den­gan melibatkan berbagai sumber daya serta partisipasi dari bawahan/pengikut. Syaratnya ia harus dapat men­ciptakan situasi kerja yang menyenangkan dan kon­dusif. Iklim kerja di lingkungan sekolah sangat menen­tukan kepuasan kerja guru. Dari hubungan tersebut di­duga terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja secara bersama-sama dengan kepuasan kerja guru. Dengan perkataan lain makin demokratis kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan makin kondusif iklim kerja di ling­kungan sekolah, makin tinggi kepuasan kerja guru.

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir di atas maka dapat dirumuskan tiga hipotesis yang akan menjadi titik tolak dalam penelitian untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Ketiga hipo­tesis dimaksud adalah (1) terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional (X1) dengan kepuasan kerja guru (Y), artinya, makin demokratis kepemimpinan transformasional kepala sekolah, makin tinggi kepuasan kerja guru dan karyawan; (2) terdapat hubungan positif antara iklim kerja (X2) dengan kepua­san kerja guru/karyawan (Y), artinya makin kondusif iklim kerja guru makin tinggi kepuasan kerja guru dan karyawan; dan (3) terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional (X1) dan iklim kerja guru (X2) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja guru dan karyawan (Y), artinya makin demokratis kepe­mimpinan transformasional dan makin kondusif iklim kerja makin tinggi kepuasan kerja guru dan karyawan.

METODE PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja guru dan karyawan dengan kepuasan kerja guru dan karyawan di sekolah YPPSB Sangatta Kutai Timur. Penelitian dilaksanakan pada empat unit sekolah YPPSB yaitu unit TK, SD-1, SD-2. dan SLTP YPPSB yang berlokasi di Komplek PT Kaltim Prima Coal Sangatta Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur.

Responden penelitian sebanyak 63 orang yang di­peroleh melalui teknik proportional random sampling. Metode penelitian yang digunakan berupa survey dan pendekatan korelasional. Hubungan antara variabel X1, X2 dengan variabel Y dalam penelitian ini dapat dilukis­kan dalam konstelasi hubungan variabel sesuai gam­bar berikut ini:

Keterangan:
X1 : kepemimpinan transformasional
X2 : iklim kerja
Y : kepuasan kerja

Gambar 1. Hubungan Antarvariabel yang Diteliti

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
Hubungan antara Kepemimpinan Transformasional (X1) dengan Kepuasan Kerja Guru (Y)
Berdasarkan hasil analisis regresi linier sederhana antara pasangan data hubungan antara kepemimpi­nan transformasional (X1) dengan kepuasan kerja guru (Y) diketahui nilai koefisien regresi b yang diperoleh adalah sebesar b = 0,451, dan nilai kosntanta a sebe­sar 45,07. Dengan demikian bentuk hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja guru dinyatakan melalui persamaan regresi: Ŷ = 45,071 + 0,451 X1.

Untuk mengetahui apakah model persamaan regre­si tersebut dapat digunakan untuk membuat prediksi, maka dilakukan uji signifikansi dan linieritas dengan menggunakan uji F. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai Fhitung > Ftabel, yaitu sebesar 15,449. Sedangkan Ftabel sebesar 7,069 pada α 0,01. Karena Fhitung > Ftabel, sehingga persamaan regresi yang diperoleh dapat dinyatakan sangat signifikan. Pada tabel di bawah ini dapat dik­etahui tabel Anava untuk uji signifikansi dan linieritas berikut ini.

Tabel 1. Daftar Anava Uji Signifikansi dan Linieritas Persamaan Regresi Ỳ = 45,071 + 0,451 X1


Keterangan:
** = Regresi sangat signifikan ( Fh=15,449> Ft = 7,069) pada α =0,01
ns = Regresi bebentuk linier ( Fh = 2,31 < Ft = 2,34 ) pada α =0,01
dk = derajat kebebasan
JK = Jumlah kuadrat
RJK = Rata-rata Jumlah kuadrat

Untuk mengetahui apakah persamaan garis regresi yang diperoleh linier atau tidak, diuji dengan menggu­nakan uji linieritas regresi. Adapun kriteria pengujian adalah (Fh < Ft). Pada α 0,01, sehingga dapat dinyatakan Ho diterima. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa (Fh = 2,31 < Ft = 2,34) pada α 0,01. Hasil pengujian menun­jukkan bahwa persamaan regresi Ỳ = 45,071 + 0,451 X1 adalah linier pada α 0,01.

Perhitungan koefisiensi korelasi sederhana antara kepemimpinan transformasional ( X1) dengan kepua­san kerja guru (Y) menggunakan product moment. Hasil perhitungan diperoleh koefisien korelasi ry1 sebesar 0,453. Selanjutnya dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi dengan menggunakan uji-t. Hasil pengujian seperti pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 : Uji Signifikansi Koefisien Korelasi antara Kepemimpinan Transformasional (X1) dengan Kepuasan Kerja Guru (Y)

Keterangan:
** = koefisien korelasi sangat signifikan (thitung = 3,965 > ttabel = 2,39) pada α 0,01

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahi bahwa harga thitung = 3,965, sedangkan ttabel pada α 0,01 dan df 63 adalah 2,39. Oleh karena thitung = 3,965 > ttabel = 2,39 maka Ho ditolak. Hal ini berarti koefisiensi korelasi anta­ra kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja guru sangat signifikan.

Koefisiensi determinasi merupakan kuadrat dari koefisiensi korelasi antara X1 dengan Y yaitu harga ry1 sebesar 0,453 dikuadratkan sehingga diperoleh r2y1 sebesar 0,205. Artinya 20,5% variasi kepuasan kerja dapat dijelaskan oleh variasi kepemimpinan transfor­masional melalui persamaan regresi Ŷ = 45,071 + 0,451 X1 ,sedangkan sisanya 79,5% dijelaskan oleh variasi lain.

Hasil analisis hubungan sederhana tersebut me­nyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja guru. Temuan ini sekaligus menolak H0 yang me­nyatakan tidak terdapat hubungan positif antara kepe­mimpinan transformasional dengan kepuasan kerja guru.

Hubungan antara Iklim Kerja Guru (X2) dengan Kepuasan Kerja Guru (Y)
Berdasarkan hasil analisis regresi linier sederhana antara pasangan data hubungan antara iklim kerja (X2) dengan kepuasan kerja guru (Y) diketahui nilai koefisien regresi b yang diperoleh sebesar 1,002 dan nilai konstanta a sebesar 9,452. Dengan demikian bentuk hubungan antara iklim kerja dengan kepuasan kerja dinyatakan melalui persamaan regresi: Ŷ = 9,452 + 1,002 X2.
Untuk mengetahui apakah model persamaan regresi tersebut dapat digunakan untuk membuat prediksi, maka dilakukan uji signifikansi dan linieritas dengan menggunakan uji F. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai Fhitung > Ftabel sebesar 28,64, sedangkan Ftabel sebesar 7,069 pada α 0,01. Karena Fhitung > Ftabel , sehingga persamaan regresi yang diperoleh dapat dinyatakan sangat signifikan. Pada tabel di bawah ini dapat diketahui tabel Anava untuk uji signifikansi dan linieritas regresi.

Tabel 4. Daftar Anava Uji Signikansi dan Linieritas Persamaan Regresi Ỳ = 9,452 + 1,002 X2,


Keterangan:
** = Regresi sangat signifikan ( Fh =28,64 > Ft = 7,069) pada α 0,01
ns = (non signifikan) regresi berbentuk linier ( Fh=0,035 < Ft 1,91) pada α 0,05
dk = derajat kebebasan
JK = Jumlah kuadrat
RJK= Rata-rata Jumlah Kuadrat.

Untuk mengetahui apakah persamaan regresi yang diperoleh linier atau tidak, peneliti melakukan pengu­jian menggunakan uji linieritas regresi. Adapun kriteria pengujian adalah Fh < Ft pada α 0,05 . Dari pengujian diperoleh bahwa (Fh=0,035 < Ft 1,91) pada α 0,05 sep­erti pada tabel 12 di atas. Hasil pengujian menunjukkan persamaan regresi Ỳ = 9,452 + 1,002 X2, adalah linier.
Perhitungan koefisien korelasi sederhana antara iklim kerja (X2) dengan kepuasan kerja guru (Y) meng­gunakan product moment. Hasil perhitungan diperoleh koefisiensi korelasi ry2 = 0,710. Selanjutnya dilakukan uji signifikansi korelasi dengan menggunakan uji t. Hasil pengujian seperti tabel di bawah ini.

Tabel 5. Uji Signifikansi Koefisien Korelasi antara Iklim Kerja (X2) Kepuasan Kerja Guru (Y)
** = koefisien korelasi sangat signifikan ( thitung = 7,884 > ttabel = 2,39) pada α 0,01

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa harga thitung = 7,884, sedang ttabel pada α 0,01 dengan derajat kebebasan (db) 63 = 2,39. Oleh karena thitung = 7,884 > ttabel = 2,39 maka Ho ditolak. Hal ini berarti koefisien korelasi antara iklim kerja dengan kepuasan kerja guru sangat signifikan.

Koefisien determinasi merupakan kuadrat dari koefisiensi korelasi antara X2 dengan Y yaitu ry2 sebe­sar 0,710 dikuadratkan sehingga diperoleh r2y2 sebesar 0,505 . Artinya 50,5% variasi kepuasan kerja guru dapat dijelaskan oleh variasi iklim kerja melalui persamaan regresi Ŷ = 9,452 + 1,002 X2, sedangkan sisanya 49,5 % dijelaskan oleh variasi lain.

Hasil analisis hubungan sederhana tersebut me­nyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara iklim kerja dengan kepuasan kerja guru. Temuan ini sekaligus menolak Ho yang menayatakan tidak terdapat hubungan positif antara iklim kerja dengan kepuasan kerja. Dan menerima hubungan positif antara iklim ker­ja dengan kepuasan kerja.

Hubungan antara Kepemimpinan Transformasiona (X1) dan Iklim Kerja Guru (X2) secara bersama-sama dengan Kepuasan Kerja Guru (Y)

Perhitungan persamaan regresi ganda diperoleh hasil konstanta a = 7,516 dan koefisien b = 8,610 dan koefisien c = 0,913, dengan demikian persamaan re­gresinya Ŷ = 7,516 + 8,610 X1+ 0,934 X2 . Hasil analisis regresi kepuasan kerja guru (Y) atas kepemimpinan transformasional (X1) dan iklim kerja guru ( X2 ) seperti ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 7. Analisis Varians Pengujian Signifikan Persamaan Regresi Kepemimpinan Transformasional (X1) dan Iklim Kerja (X2) dengan Kepuasan Kerja Guru (Y) (Ŷ = 7,516 + 8,610 X1+ 0,934 X2 )


** = Regresi sangat signifikan (Fh= 31,207 > Ft=4,98) pada α 0,01

Hasil pengujian regresi Y atas X1 dan X2 menunjuk­kan nilai Fhitung 31,207 dengan derajat kebebasan pem­bilang (dk1) = 2 dan derajat kebebasan penyebut (dk2) = 60 pada α 0,01 diperoleh Ftabel = 4,98. Dari perband­ingan Fhitung > Ftabel ( 31,207 > 4,98 ) maka Ho ditotak dan H1 diterima.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa regresi kepuasan kerja guru atas kepemimpinan trans­formasional dan iklim kerja guru sangat signifikan. Ini berarti terdapat hubungan positif antara kepemimpi­nan transformasional (X1) dan iklim kerja (X2) dengan kepuasan kerja (Y) ditunjukkan oleh korelasi sebesar Ry.12 = 0,714. Uji signifikansi korekasi ganda tersebut tampak dalam Tabel berikut ini.

Tabel 8. Uji Signifikansi Koefisiensi Korelasi Ganda


** = koefisien korelasi ganda sangat signifikan (rhitung = 0,714 > rtabel = 0,325) pada α 0,01

Sesuai dengan hasil perhitungan korelasi, terdapat hasil Ry.12 = 0,714 pada α 0,01, rhitung diperoleh 0,714 dan rtabel 0,325. Karena rhitung > rtabel (0,714 > 0,325) maka Ho ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemimpi­nan transformasional dan iklim kerja guru secara bersa­ma-sama dengan kepuasan kerja guru.

Dari perhitungan koefisiensi korelasi ganda Ry.12 = 0,714 diperoleh koefisien determinasi R2y.12 = 0,7142 = 0,510. Artinya 51,0% variasi kepuasan kerja guru dapat dijelaskan bersama-sama antara kepemimpinan trans­formasional dan iklim kerja guru melalui persamaan regresi ganda Ŷ = 7,516 + 8,610 X1+ 0,934 X2, sedangkan sisanya 49,0% dijelaskan oleh variasi lain.


PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya di atas, peneliti dapat menarik beberapa simpulan. Pertama, hasil pengujian hipotesis pertama ditemu­kan adanya hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja guru yang di­tunjukkan oleh persamaan regresi linier sederhana Ŷ = 45,071 + 0,451 X1 dan koefisen korelasi diperoleh ry1= 0,453. Dari temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja guru dapat ditingkatkan melalui kepemimpinan transformasional kepala sekolah. Kedua, berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedua ditemukan adanya hubungan positif antara iklim kerja dengan kepuasan kerja guru yang ditunjukkan den­gan persamaan regresi linier Ŷ = 9,452 + 1,002 X2 dan koefisien korelasi diperoleh ry2 = 0,710. Dari temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja guru dapat ditingkatkan melalui perbaikan iklim kerja.

Ketiga, berdasarkan hasil pengujian hipotesis ketiga ditemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan iklim kerja guru dengan kepuasan kerja guru yang ditunjukkan oleh persamaan regresi ganda Ŷ = 7,516 + 8,610 X1+ 0,934 X2 dengan koefisien korelasi ganda Ry1.2 = 0,714.  Oleh karena itu, secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja guru sekolah YPPSB Sangatta di Kutai Timur dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kepemimpinan transforma­sional dan memperbaiki iklim kerja. Simpulan tersebut mengandung implikasi, bahwa upaya memanfaatkan kepemimpinan transformasional kepala sekolah untuk meningkatkan kepuasan kerja guru dapat dilakukan dengan beberapa alternatif perlakuan.

Pertama, pemberian arah dan tujuan yang jelas. Kepala sekolah sebagai pemimpin transformasional perlu memantapkan sasaran dan standar yang jelas, dapat mengkomunikasikan sasaran kepada kelompok dan tidak saja kepada sasaran individu, dan juga harus dapat melibatkan orang dalam menetapkan sasaran tersebut. Kedua, pemberian respons yang positif ter­hadap tiap usaha inisiatif guru betapa pun kecilnya inisiatif tersebut. Ketiga, kesediaan untuk membimb­ing dan mendukung. Kepala sekolah sebagai atasan senantiasa dapat menunjukkan minat yang tulus untuk dapat mendengarkan masalah-masalah yang diha­dapi guru dalam kegiatan belajar mengajar. Keempat, penghargaan terhadap prestasi kerja. Sebagai kepala sekolah senantiasa memperhatikan nilai imbalan ter­hadap kompensasi prestasi kerja yang telah dilakukan oleh pegawainya. Kelima, menumbuhkan rasa kebersa­maan. Guru harus dibiasakan untuk ikut bertanggung jawab atas segala keberhasilan maupun kegagalan. Kepala sekolah harus membiasakan guru untuk ber­tanggung jawab atas segala bentuk hasil kerja yang dicapainya.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki iklim kerja untuk meningkatkan kepua­san kerja guru. Pertama, pembagian tugas (job descrip­tion) yang jelas. Guru harus mengetahui tugasnya den­gan jelas. Pembagian tugas yang jelas dan adil tidak memberi peluang kepada guru untuk membanding-bandingkan tugasnya dengan tugas guru yang lain. Pembagian tugas yang adil dapat membuat suasana kerja lebih kondusif.

Kedua, memperbaiki efektifitas penilaian kinerja, DP3 (Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai) dapat di­lakukan oleh kepala sekolah untuk membedakan guru yang baik, rajin, dan kreatif yang layak diberi penghar­gaan dan guru yang kurang baik yang perlu mendapat pembinaan. Ketiga, mendorong komunikasi terbuka. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat diperlukan dalam komunitas sekolah. Dengan keterusterangan akan menimbulkan komunikasi yang jujur dan terarah yang diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas kin­erja guru dan kualitas pendidikan.

Berdasarkan simpulan dan implikasi tersebut, peneliti menyarankan beberapa hal. Pertama, kepala sekolah sebagai pemimpin transformasional perlu memantapkan sasaran dan standar kinerja yang jelas dan menjaga komunikasi yang efektif, agar setiap guru mengerti arah dan tujuan sekolah/lembaga. Kedua, melibatkan guru secara langsung dalam setiap keg­iatan pendidikan dengan memberikan pekerjaan ses­uai dengan porsinya sehingga timbul rasa keterikatan yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab ter­hadap keberhasilan maupun kegagalan kerja.

Ketiga, membentuk tim untuk melakukan peman­tauan, mengevaluasi perkembangan pekerjaan guru dan memberi bantuan bagi guru yang mengalami ke­sulitan pada saat melakukan tugas. Keempat, melibat­kan tim pengembangan yayasan untuk mengevaluasi dan menganalisis sistem penilaian kinerja karyawan dan memberikan input tentang masalah-masalah yang dihadapi guru pada saat melakukan penilaian kinerja. Diskusi mengenai sistem penilaian kinerja ditargetkan untuk membentuk daftar penilaian dan pengemban­gan kinerja guru.

Kelima, memberikan penghargaan secara khusus bagi guru, misalnya pemberian gelar guru teladan, guru favorit dalam acara seremonial yang diadakan manaje­men yayasan sehingga dapat memacu prestasi kerja guru. Keenam, penelitian ini baru meneliti kepuasan guru dari dua aspek yaitu kepemimpinan transforma­sional dan iklim kerja, disarankan beberapa aspek lain yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru dapat diadakan penelitian lanjutan. Ketujuh, model peneli­tian ini juga dapat diadakan di lembaga lain khususnya di Sangatta Kutai Timur,sehingga hasil tersebut dapat melemahkan atau menguatkan hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Gibson, et.al. 1973. Organisasi dan Manajemen Perilaku Struktur Proses (Terjemahan: Wahid, D.) Jakarta: Penerbit Erlangga
Hartanto, M. Frans. 1991. Peran Kepemimpinan Transformasional dalam Upaya Peningkatan
Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia (Makalah Seminar Departemen Tenaga Kerja). Jakarta
Herzberg, F. 1969. One More Time: How Do You Motivate Employee. Harvard: Business Review January-February
Maslow, A.H. 1943 A Theory of Human Motivation. Psychological Review.
Stephen P. Robbins. 1994. Management. Englewood Cliffs, New Jersey: Printice Hall Inc.

Jurnal ini diambl dari EDUKASI :Jurnal Publikasi Ilmiah IGI Pusat Tahun I Nomor 1, September 2013

No comments:

Post a Comment

Bagi para pengunjung web ini, diharapkan untuk memberikan komentar, kritik atau saran demi semakin baiknya kualitas web yang dikelola admin. Jika ada yang berniat untuk mengkopi artikel harap menuliskan sumbernya, berupa URL artikel yang dicopy. Jika ada yang ingin artikelnya ditampilkan di web ini harap mengirimkan ke orangelifes@gmail.com.

Powered by Blogger.